Thursday, 19 March 2015

Biografi Pendiri IPNU KH.TOLHAH MANSOER

Prof. KH. Mohammad Tolhah Mansoer (1930-1986), putra dari KH. Mansoer. Beliau lahir di Malang pada tanggal 10 September 1930. Istri beliau bernama Umroh Mahfudzah, putri dari KH. Wahab Chasbullah kemudian dikaruniai anak 3 laki-lali dan 4 perempuan. Beliau wafat pada 20 Oktober 1986 setelah dirawat di Rumah Sakit Sarjito karena penyakit jantung.

 Mengenai pendidikan beliau, beliau mengawali pendidikankanya di SR-NU pada tahun 1937, kemudian tahun 1945-1947 beliau lanjutkan ke SMP islam namun tidak sampai lulus. 1949 beliau melanjutkan pendidikannya di Taman Madya kemudian Taman Dewasa Raya (setara SLTA) selesai pada tahun 1951. Talhah melanjutkan ke jenjang perkuliahan pada tahun 1951 di Fakultas Hukum, Ekonomi, Sosial dan Budaya (HESP) Universitas Gadjah Mada, namun beliau berhenti kuliah pada tahun 1953. Kemudian pada 1959 beliau lanjutkan kuliah sampai mendapat gelar Sarjana Hukum pada 1964, kemudian di lanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi hingga mendapat gelar doctor dalam bidang Hukum ketatanegaraan di bawah bimbingan Prof. Dr. Abdul Ghaffar Pringgodigdo, dan berhasil memperhahankan desertasi dengan judul Pembahaasan Beberapa Aspek Tentang Kekuasaan Eksekutif Dan Legislatif Negara Indonesia.
Setelah menuntaskan kuliahnya Thalhah, selain sibuk dalam kegiatan organisasi beliau juga sibuk dalam mengajar di perguruan tinggi di IAIN sunan Kalijaga, beliau juga mengajar di IKIP Yogyakarta, IAIN Sunan Ampel dan Akademi Militer di Magelang. Beliau juga pernah menjadi Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri (1965-1975), menjadi Rektor Universitas Hasyim Asy’ari, Jombang (1970-1983), Rektor Perguruan Tinggi Imam Puro, Purworejo (1975-1983) serta menjadi Dekan Fak. Hukum Islam di Universitas Nahdlatul Ulam di Surakarta.
Mengenai kepesantrenan, Thalhah berasal dari keluarga yang hidupnya di pesantren, makanya selain beliau belajar dalam pendidikan-pendidikan formal beliau juga tidak meninggalkan atau tidak lupa akan pendidikan agama yang mana beliau peroleh dari pendidikan pesantren. Thalhah beliau pernah menimba ilmu di pesantren-pesantren besar di Indonesia. Antara lain pesantren Tebu Ireng Jombang, Pesantren Lasem Rembang dan pesantren lainnya. Tak jarang beliau juga mengikuti pesantren kilat atau modok “puasanan”.
Mantan Rektor Universitas Hasyim Asy’ari ini dalam perjalanan hidupnya juga aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial dan organisasi. Banyak organisai-organisasi yang pernah beliau ikuti dan hingga Akhirnya beliau juga dapat memprakarsai berdirinya sebuah Organisasi Pelajar  Nahdlatul Ulama IPNU bersama rekan-rekannya yang lain[1].
 Bakat kepemimpinan Thalhah telah tampak sejak usia remajanya. Ketika thalhah duduk di bangku SMP tahun 1945 dia sudah dipercaya untuk menjadi sekretaris umum Ikatan Murid Nahdlatul Ulama (IMNU) untuk wilayah Kota Malang dan pada waktu itu juga dia juga tercatat sebagai anggota Organisasi Putra Indonesia dan anggota pengurus Himpunan Putera Islam Malang. Di tahun yang sama Beliau juga menjabat sebagai sekretaris Barisan Sabilillah dan Sekretaris bagian penerangan Markas Oelama Djawa Timur.
Kegemarannya berorganisasi begitu tinggi, hingga pada tahun 1953 dia rela meninggalkan sementara kuliahnya guna mengembangkan kepekaannya terhadap kehidupan masyarakat dan juga menyalurkan bakat kepemimpinannya. Selama beliau berada di Djokdjakarta beliau pernah memegang jabatan sebagai ketua di Departeman Penerangan Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PII), dan juga pernah menjadi Ketua I Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) untuk wilayah Jogjakarta. Beliau pernah juga menjadi Wakil Ketua Panitia Kongres Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia.
Thalhah berhasil menorehkan sejarah ketika mencetuskan lahirnya organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama’ (IPNU) dan gagasan tersebut disetujui pada acara Konferensi Ma’arif Nahdlatul Ulama di Semarang pada tanggal 20 jumadil akhir 1973 bertepatan dengan 24 pebruari 1954. Dan mulai saat itu Moh. Thalhah tercatat sebagai pendiri IPNU secara aklamasi dan ditunjuk sebagai ketua umum pertama organisasi ini dan terus terpilih menjadi ketua umum IPNU dalam rentetan tiga Muktamar, Muktamar I di Malang (1955), Muktamar II di pekalongan (1957) dan Muktamar III di Cirebon (1958). Dari organisasi yang dicetuskan Thalhah ini pula, kemudian lahir Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).

 Tolchah Mansoer IPNU DKI


Judul Buku : KH Moh. Tolchah Mansoer: Biografi Profesor NU yang Terlupakan
Penulis : Caswiyono Rusydie Cakrawangsa, Zainul Arifin, Fahsin M. Fa’al
Pengantar : Prof Dr KH Moh. Tholhah Hasan & HM. Fajrul Falakh SH MA MSc
Epilog : Idy Muzayyad MSi
Penerbit : Pustaka Pesantren, Yogyakarta
Cetakan : I, Juni 2009 & II, Oktober 2009
Tebal : xxxvi + 290 Halaman
Dibandingkan dengan tokoh-tokoh NU lainnya, nama Moh. Tolchah Mansoer barangkali tidak terlalu populer di mata masyarakat umum. Memang, beliau pernah menjadi pimpinan puncak dalam organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Namun, faktanya tidak banyak literatur yang mendokumentasikan sepak terjang dalam kehidupannya. Ketidakhadirannya dalam berbagai literatur, bukan berarti sosok ini tidak memiliki arti penting dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia, khususnya bagi organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama’. Orang NU yang tercatat sebagai doktor hukum Tata Negara pertama dari Universitas Gadjah Mada ini telah banyak menelorkan karya-karya penting yang hingga kini menjadi rujukan utama dalam kajian dan pengembangan hukum ketatanegaraan di Indonesia.
Julukan sosok integratif (baca: ilmuwan sekaligus kiai) tampaknya sangat tepat untuk dilekatkan kepada Prof KH Tolchah Mansoer. Ia merupakan salah satu contoh “orang NU” yang “sukses”. KH Tolchah merupakan founding fathers terpenting dalam organisasi IPNU. Ia merupakan pelopor, pendiri, dan penggerak pada masa awal berdirinya. IPNU dicita-citakan olehnya menjadi wadah bagi pelajar umum dan pelajar pesantren. (hlm. 261). Selain ahli di bidang hukum tata negara, kealiman di bidang pengamalan ajaran Islam tidak dapat dipungkiri. Ia banyak menulis buku ketatanegaraan dan banyak menerjemahkan buku-buku agama dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Tolchah Mansoer merupakan figur menarik dan penting dalam sejarah NU, sejak muda hingga masa tuanya. Ia merupakan aset berharga yang telah berjasa banyak dalam peletakan dasar-dasar gerakan dan kaderisasi NU hingga pembaharuan pemikiran dan arah organisasi NU.
Ada beberapa hal yang mendasari untuk “mendokumentasikan” lika-liku perjalanan hidup seorang ulama’ sekaligus ilmuwan, Prof Dr KH Moh. Tolchah Mansoer SH. Dalam pengantarnya, redaksi LKiS mengurai beberapa alasan dalam penerbitan buku ini.
Pertama, perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan, kegigihan, ketulusan, dan kerja keras setidaknya dapat menjadi inspirasi bagi generasi zaman sekarang.
Kedua, jika ungkapan “Orang besar dapat mati saat hidupnya; namun ia bangkit dan justru hidup abadi setelah kematiannya” dapat dibenarkan. Semasa hidupnya, karena keteguhannya mempertahankan prinsip; karena suara lantangnya mengatakan kebenaran dan melontarkan kritik, ia sempat dikucilkan oleh penguasa. Namun, setelah sang penguasa tumbang, harum namanya kian semerbak: ide-ide jeniusnya tentang hukum tata negara pun diadopsi dan diterapkan pasca reformasi (50 tahun setelah ia berpulang).
Ketiga, Tolchah adalah pakar hukum tata negara terkemuka pada masanya, sekaligus seorang kiai mumpuni yang berwibawa. Keempat, hasrat umat Islam untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dapat dikatakan sebagai ‘hasrat laten’.
Terlepas ada tidaknya pihak-pihak tak bertanggung jawab yang menunggangi mereka, sejarah telah membuktikan adanya usaha beberapa pihak untuk mewujudkan hasrat tersebut. Di era kontemporer ini, penghapusan tujuh kata dari Piagam Jakarta beberapa kali juga diangkat kembali menjadi isu yang hangat. Jika kita ‘membaca’ Tolchah, sang pakar hukum tata negara yang kiai ini, tentu hasrat semacam itu menjadi patut untuk disayangkan.(hlm. vii)
Hadirnya buku ini tentu menjadi sangat penting. Sebagaimana penuturan Idy Muzayyad dalam epilognya, ada dua hal yang sangat berseberangan berkaitan dengan lahirnya buku yang merekam jejak petualangan Profesor Tolchah. Pertama, ada rasa bangga, karena dengan buku ini, generasi muda (khususnya IPNU) mengetahui bahwa dalam sejarah awal organisasi pelajar ini terdapat seorang tokoh yang patut dibanggakan. Di sisi lain, dengan membaca buku ini kita juga patut merasa malu, karena sebagai pewarisnya kita belum mampu sepenuhnya meniru prestasi yang telah ditorehkan beliau. (hlm.259-260).
Melalui buku ini, pembaca akan diajak untuk menelusuri masa lalu kehidupan KH Tolchah yang penuh dengan keteladanan, pengalaman, dan cita-cita besar. Banyak hal yang tentunya patut dijadikan sebagai rujukan dalam mengarungi medan perjuangan yang dihadapi saat ini. Dengan terbitnya buku ini, seseorang bukan hanya dapat ‘membaca’ Tolchah secara lebih komprehensif, melainkan juga membaca dirinya sendiri. Sebab, membaca perjalanan hidupnya berarti memetik inspirasi; membaca sepak terjangnya bermakna menuai spirit; dan membaca percik pemikirannya adalah mencerahkan. Lebih dari itu semua, buku ini adalah sebuah usaha melawan alpa: sebuah upaya untuk tidak sekali-sekali melupakan sejarah!

Related Posts

Biografi Pendiri IPNU KH.TOLHAH MANSOER
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.