Thursday, 3 December 2015

Penerapan PHT dapat Berhasil Menyelesaikan Permasalahan Hama dan Produksi Tanaman


Pemahaman ekosistem pertanian
Dari sisi ekologi proses produksi pertanian merupakan berbagai kegiatan pengelolaan ekosistem pertanian atau agroekosistem yang ditujukan untuk pencapaian sasaran kuantitas dan kualitas produksi sesuai yang diharapkan oleh pemilik atau pengelola agroekosistem.


Penerapan PHT dapat berhasil menyelesaikan permasalahan hama dan produksi tanaman yang dihadapi apabila petani (pengelola agroekosistem) dapat memahami sifat dan dinamika agroekosistem terlebih dahulu.
Agroekosistem merupakan salah satu bentuk ekosistem binaan manusia yang ditujukan untuk memperoleh produksi pertanian dengan kualitas dan kuantitas tertentu.

Agroekosistem umumnya memiliki keanekaragaman biotik dan genetik yang rendah dan cenderung semakin seragam, merupakan ekosistem yang tidak stabil dan rawan terhadap peningkatan populasi spesies hama. Agroekosistem merupakan sistem yang dinamik bervariasi dari waktu ke waktu lainnya dan dari satu tempat ke tempat lainnya.

Ekosistem pertanian Sangat peka terhadap berbagai perubahan baik yang terjadi di dalam maupun di luar ekosistem. Dengan mempelajari struktur ekosistem seperti komposisi jenis-jenis tanaman, hama, musuh alami dan kelompok biotik lainnya, serta interaksi dinamis antar komponen biotik deapat ditetapkan strategi pengelolaan yang mampu mempertahankan populasi hama pada statu aras yang tidak merugikan.
2. Biaya manfaat pengendalian hama
Tujuan utama petani mengelola lahan pertanian adalah untuk memperoleh produksi dan keuntungan usaha tani yang setingi-tingginya. Petani yang rasional selalu berusaha agar keuntungan yang diperoleh maksimal dengan cara menekan sekecil mungkin biaya pengendalian dan meningkatkan produksinya. Setiap keputusan tentang pengendalian hama yang benar harus memperhitungkan perbandingan antara biaya dan manfaat agar memperoleh keuntungan dari usaha pengendalian hama.

Keuntungan usaha pengendalian hama = Nilai manfaat – Biaya pengendalian

Biaya pengendalian merupakan total uang yang dikeluarkan untuk membeli pestisida, varietas tahan hama, menyewa alat  dan tenaga pengendalian hama. Nilai manfaat merupakan nilai rupiah dari hasil yang diperoleh dari usaha pengendalian hama.
3. Toleransi tanaman terhadap kerusakan
Semua tanaman memiliki tingkat toleransi tertentu terhadap populasi dan kerusakan, baik oleh serangan hama atau oleh penyebab lain. Hal ini berarti bahwa pada tingkat populasi hama dan kerusakan tanaman tertentu yang tidak mempengaruhi tingkat produksi dan penghasilan petani. Tindakan pengendalian hama tidak ditujukan untuk menghabiskan populasi hama tetapi menurunkan populasi sampai pada tingkat yang tidak merugikan.
4. Pertahankan sedikit populasi hama di tanaman
Konsep PHT bertumpu pada terjadinya keseimbangan populasi antara hama dan kompleks musuh alaminya. Apabila di lahan tidak dijumpai populasi hama maka musuh alami tidak mendapatkan mangsa atau inang yang sesuai sehingga mereka mencari inang atau mangsa ke tempat lain. Dalam keadaan demikian dikhawatirkan populasi hama akan meningkat jumlahnya sehingga dapat mendorong terjadinya letusan hama yang membahayakan. Oleh karena itu di lahan pertanian perlu tetap dipertahankan sedikit populasi hama yang memungkinkan berjalannya proses keseimbangan alami. Pada keadaan tersebut populasi hama tidak menyebabkan terjadinya kerugian ekonomis bagi petani.
5. Lestarikan dan manfaatkan musuh alami
Setiap jenis hama secara alami dapat dikendalikan oleh kompleks musuh alami yang dapat meliputi predator (pemangsa), parasitoid dan patogen hama. Dibandingkan dengan penggunaan pestisida, penggunaan musuh alami bersifat alami, efektif, murah, dan tidak menimbulkan dampak camping negatif bagi kesehatan dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, agroekosistem perlu dikelola sedemikian rupa sehingga musuh alami dapat dilestarikan dan dimanfaatkan.
6. Budidaya tanaman sehat
Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting setiap program pengendalian hama sebab tanaman yang sehat lebih tahan terhadap serangan hama. Tanaman sehat mampu lebih cepat mengatasi atau menyembuhkan dari kerusakan yang terjadi akibat serangan hama. Dalam PHT setiap usaha budidaya tanaman mulai pemilihan varietas, pengolahan tanah, penyiapan bibit dan pembibitan, penanaman, pemeliharaan tanaman sampai ke pengelolaan pasca panen perlu dikelola secara tepat sehingga diperoleh pertanaman yang sehat, kuat dan produktif.
7. Pemantauan ekosistem
Terjadinya letusan hama pada suatu ekosistem merupakan hasil interaksi berbagai komponen ekosistem, baik yang berasal dari dalam ekosistem maupun yang dimasukkan manusia seperti pestisida dan pupuk. Sangay sulit meramalkan kapan terjadinya letusan hama secara tepat. Agar petani dapat mengikuti perkembangan populasi hama dan musuh alami di lahannya, serta dapat menentukan tindakan pengendalian maka petani harus mengadakan pemantauan ekosistem secara rutin.
8. Pemberdayaan petani
Di Indonesia petani merupakan kelompok producen pertanian yang terbesar, sehingga kinerja sector pertanian Sangay ditentukan oleh kinerja petani yang umumnya masih rendah. Hal ini disebabkan petani memiliki lahan sempit, tidak memiliki modal yang cukup, serta kurang memiliki kemampuan SDM yang memadai. Agar prinsip dan  teknologi PHT dapat efektif dimanfaatkan dan diterapkan oleh petani lebih dahulu perlu dilakukan usaha pemberdayaan petani untuk dapat menerapkan PHT.
9. Pemasyarakatan konsep PHT
Agar petani mampu menerapkan PHT, diperlukan usa pemsyarakatan PHT melalui berbagai jalar penerangan, pendidikan, dan pelatihan baik yang dilakukan secara formal maupun informal.
Ekosistem pertanian (agroekosistem) memegang faktor kunci dalam pemenuhan kebutuhan pangan suatu bangsa. Keanekaragaman hayati (biodiversiy) yang merupakan semua jenis tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem sangat menentukan tingkat produktivitas  pertanian. Namun demikian dalam kenyataannya pertanian merupakan penyederhanaan dari keanekaragaman hayati secara alami menjadi tanaman monokultur dalam bentuk yang ekstrim. Hasil akhir pertanian adalah produksi ekosistem buatan yang memerlukan perlakuan oleh pelaku pertanian secara konstan. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan berupa masukan agrokimia (terutama pestisida dan pupuk) telah menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang tidak dikehendaki (Altieri, 1999). Jasa-jasa ekologis yang diemban oleh keanekaragaman hayati pertanian, diantaranya jasa penyerbukan, jasa penguraian, dan jasa pengendali hayati (predator, parasitoid, dan patogen) untuk mengendalikan hama, sangatlah penting bagi pertanian berkelanjutan. Dengan adanya kemajuan pertanian modern, prinsip ekologi telah diabaikan secara berkesinambungan, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Perusakan-perusakan tersebut menimbulkan munculnya hama secara berulang dalam sistem pertanian, salinisasi, erosi tanah, pencemaran air, timbulnya penyakit dan sebagainya (Van Emden & Dabrowski, 1997). Memburuknya masalah hama ini sangat berhubungan dengan perluasan monokultur dengan mengorbankan keragaman tanaman, yang merupakan komponen bentang alam (landscape) yang penting dalam menyediakan sarana ekologi untuk perlindungan tanaman dan serangga-serangga
berguna. Salah satu masalah penting dari sistem pertanian homogen adalah
menurunnya ketahanan tanaman terhadap serangga hama, terutama
disebabkan oleh penggunaan pestisida yang tidak bijaksana (Altieri &
Nicholls, 2004).
Di Indonesia, sejak tahun 1989 lebih da
ri satu juta petani dan kelompok
tani telah dilatih dengan mengikuti program Sekolah Lapang PHT (SLPHT)
termasuk SLPHT Sayuran Dataran Tin
ggi (Untung, 2004). Mulai tahun 2007
Pemerintah menaikkan anggaran yang
dialokasikan untuk kegiatan SLPHT
tanaman pangan, perkebunan, dan hortikultura. Akan tetapi, keberhasilan
program PHT belum berko
relasi dengan menurunnya penggunaan pestisida
secara nasional (Trisyono, 2008). Kenyataan yang terjadi di Indonesia
masih jauh dari harapan karena jumlah pestisida yang terdaftar justru
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Seperti tercatat di Indonesia,
bahwa pada tahun 2002 terdaftar 813
nama dagang pestisida, meningkat
menjadi 1082 pada tahun 2004 dan le
bih dari 1500 pada tahun 2006
(Direktorat Pupuk dan Pestisida, 2002; Koperasi Ditjen BSP, 2004).
Meningkatnya jumlah pestisida tersebut disebabkan banyaknya pestisida
generik yang terdaftar, bahkan cukup banyak ditemukan satu bahan aktif
didaftarkan dengan lebih dari 10 nama dagang. Meningkatnya jumlah nama
dagang pestisida tanpa diikuti dengan meningkatnya jumlah bahan aktif
tidak memberikan nilai tambah terkait dengan usaha untuk memperkecil






keong mas
Keong mas (Pomacea Canaliculata Lamarck) merupakan siput air tawar yang dikenal sebagai hama tanamn padi sejak berumur 10 hari setelah pindah tanam. Kerugian yang dicapai dari serangan keong mas menurunkan produksi gabah berkisar 16-40%. Dalam hitungan petani jika 1 ha sawah menghasilkan 120sak, begitu terkena serangan hama keong mas 40% maka gabah yang dihasilkan sebanyak 72 sak.
Paada tingkat serangan yang hebat keong mas mampu merusak rumpun padi sehingga petani harus menyulam atau menanam ulang, untuk menghindari kerugian yang cukup besar maka disarankan untuk menanam padi diatas umur 21 hari.
Keong mas sanggup hidup berumur 2-6 tahun, memiliki telur berwarna merah muda seperti buah murbai yang diletakan berkelompok. Tiap telur keong mas berjumlah 200-800 butir dan menetas setelah umur 8-14hari, itulah sebabnya keong mas sulit dikendalikan karena perkembangannya cukup pesat.
Beberapa cara untuk mengendalikan keongmas diantaranya adalah:

  1. Menggunakan musuh alami bebek dilepas pada areal persawahan sebelum pindah tanam dan setelah panen untuk memakan anakan dan keong mas yang masih muda.
  2. Menggunakan perangkap dari bahan kelambu bekas atau karung goni ditempatkan pada kubangan sawah yang tergenang air dan diberi makanan kesukaan keong mas seperti kelapa, pepaya, pisang, berasdan limbah sayuran. Perangkap tersebut dipasang pada sore hari, kemudian pada esok pagi harinya keong mas terkumpul pada perangkap dan diangkat ke daratan.
  3. Mengeringkan air sawah apabila terjadi serangan cukup besar, buat kubangan disekitar sawah guna memudahkan dalam pemungutan keongmas
  4. Tancapkan tongkat kayu atau bambu disepanjang pematang sawah untuk mempermudah pemungutan kelompok telur yang menempel pada tongkat.
  5. Gunakan tanaman pengandung pestisida nabati yang diletakan pada air persawahan seperti: daun tembakau, akar tuba, pinang, gadung basah, daun sembung, daun mimba dan daun mindi
  6. Menebarkan serbuk abu kasar dan seresah kayu di areal tempat bermukim keongmas, apabila teresap masuk kedalam cangkang akan mengakibatkan kematian
Selama ini keong mas dikenal sebagai hama padi, bila dicermati dibalik musibah pasti ada hikmahnya. Petani bisa memanfaatkan hama keong mas untuk pembuatan pupuk organik. Daging keong dan cangkangnya memiliki kandungan vitamin, protein, lemak, karbohidrat, zat kapur, dan unsur hara lainnya yang dapat diserap oleh tanaman sehingga cocok untuk digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik cairyang dikenal dengan nama POC keong mas.
Penelitian Kajian Ekologi Solenopsis geminata (F) sebagai Agens Pengendali Hayati Keong Emas (Pomacea sp.) telah dilaksanakan baik di lapangan maupun di laboratorium Ilmu Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian dari bulan Maret – Desember 2011. Metode yang digunakan pada penelitian adalah metode survei dan percobaan laboratorium. Penelitian dilakukan pada daerah yang memiliki temperatur harian rata-rata 32oC, yaitu pada daerah ketinggian ± 150 m di atas permukaan laut. Tujuan utama penelitian ini adalah mendapatkan jenis pakan buatan (artificial diet) yang cocok bagi S. geminata, mendapatkan habitat yang cocok bagi perkembangan S. geminata, dan mendapatkan umur telur Pomacea sp. yang rentan bagi S. geminata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pakan yang cocok bagi semut predator S. geminata.adalah yang terbuat dari bahan gula dan protein hewani dengan perbandingan 1:1, bahan pembuat sarang yang cocok sebagai tempat koloni semut predator S. geminata. Adalah bahan tanah liat, tanah pasir, dan bahan organik dengan perbandingan 2:2:1; di luar koloni semut predator S. geminata. mencari makan dengan komposisi kasta setiap 12 – 16 individu kasta pekerja selalu didampingi oleh 1 individu kasta prajurit; dan telur Pomacea sp. yang berumur satu dan dua hari setelah telur keluar dari induk lebih rentan termangsa semut predator S. geminata dari pada yang berumur tiga hari. Ada kecenderungan bahwa semakin banyak populasi semut predator semakin efektif melakukan pemangsaan terhadap telur Pomacea sp. Kata kunci: Solenopsis geminata, Pomacea, pengendalian hayati.

Solenopsis geminata adalah semut merah berukuran sedang yang bergerak secara perlahan dan hati-hati. Spesies ini adalah perekrut kuat yang mampu mendominasi sumber makanan. Para pekerja polimorfiknya (polymorphic) beragam, mulai dari semut kecil dengan kepala berbentuk bulat telur sampai semut besar dengan kepala berbentuk persegi. Spesies ini lebih menyukai habitat lebih terbuka, dan tanpa naungan. Sarang semut biasanya digali di lahan gundul dan dapat dikenali melalui gundukan yang dihasilkan dari tanah longgar di sekitar semut. Di lapangan, Solenopsis geminata tidak mungkin dapat dibedakan dengan Solenopsis invicta. Untuk memastikannya, spesimen harus dikumpulkan dan diperiksa dengan mikroskop.

Pengendalian Hama Tikus Keong Mas Pada Tanaman Padi Mengunakan Semut Predator   (Solenopsis Geminata (F) Dan Biji Pinang


Related Posts

Penerapan PHT dapat Berhasil Menyelesaikan Permasalahan Hama dan Produksi Tanaman
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.