Tuesday, 12 May 2015

Panggil Aku SUNEO (Masuk MA pinggiran tapi rasa SMAN faforit)



Mungkin kebanyak anak remaja banyak yang menyia-nyikan kesempatannya ketika mendapatkan kesempatan untuk sekolah di SMAN faforit. Banyak dari mereka yang bangga dengan al-mamater sekolahnya dan menghamburkan harta orang tuanya. Mereka terlalu asik dengan sejuta fasilitas mewah dari orang tuanya. Namun tidak dengan anak remaja dari pinggiran kecamatan Tegalsari Banyuwangi. Teman-temannya biasa memanggilnya Suneo. Jika teman-teman suneo asik bermain dengan sepeda motor pemberian orang tuanya. Tapi tidak dengan Suneo, dari ladang keladang Suneo dengan sabar mengayuh sepeda tuanya untuk mencarikan pakan ternak milik orangtuanya. Meskipun hari-hari Suneo dihabiskan diladang tapi Suneo tidak lupa dengan statusnya sebagai seorang pelajar. Ia selau menyempatkan membaca demi mendapatkan secercah pengetahuan disela-sela waktunya mencari pakan untuk hewan ternaknya. Suneo juga sama seperti anak-anak remaja seumurannya, dia ingin sekali melanjutkan sekolah di SMA terbaik di Banyuwangi, namun keinginannya tandas tidak mendapatkan restu dari kedua Orang Tuanya.
 Sore itu suasana di rumah Suneo agak sedikit berbeda dari biasannya, clotehan dan sedikit perdebatan terdengar dari pesawahan yang ada disamping rumah Suneo. “Pak kulo pinggin sekolah SMAN GIRI” ucap suneo sambil meneteskan air mata. “Wes le mondok ae, ra usah sekolah seng aneh-aneh, engko sampean ketotan aliran seng gak bener” ucap Ayah Suneo yang mulai renta. “Tapi kulo pun keterimo teng SMAN GIRI Pak.”Yowes le kesok melu aku, tak daftarno ndek sekolahe Pak No.
Soneopun hanya bisa tertunduk lesu mengikuti keinginan Orang Tuanya dan harus mengubur dalam-dalam keinginannya untuk melanjutkan sekolah di SMA Negri yang selama ini dia idam-idamkan. Baginya yang penting dia masih bisa melanjutkan sekolah saja itu sudah merupakan anugrah yang luar biasa. Tapi dia mempuanyai janji kepada Orang Tuanya setelah selesai menempuh pendidikan dibangku SMA ia akan melanjutkan ke Pesantren sesuai keinginan Orang Tuanya.
Keesokan harinya Suneo mendaftarkan diri disekolah barunya, namun wajah Suneo yang awalnya ceria berubah menjadi suram tanpa senyuman. Betapa kecewanya Suneo melihat kondisi sekolah barunya tidak sesuai dengan bayangannya selama ini. Sekolahnya terletak persis disamping kandang sapi, dengan gubuk reok seperti terkena BOM Bali, Namun Suneo hanya bisa pasrah dan menuju kelobi pendaftaran. Dia menemui seorang guru yang duduk santai diruang pendaftaran sekolah barunya. “Pak saya mau mendaftar kesekolah ini”ucap Suneo. “Ini dek, isi dulu formulir pendaftarannya” ucap guru tadi sambil melampirkan kertas formulir pendataran. Suneopun mengisi formulir pendaftaranya. Tidak lama kemudian Guru tadi meminta rapot Suneo, betapa terkejutnya Guru tadi melihat nilai dirapot Suneo”dek, kamu yakin mau mendaftar disekolah ini”, “Iya pak, kapan saya bisa mulai masuk Sekolah”, “ Besok sudah bisa masuk dek”
Esok paginya Suneo berangkat menuju sekolah dan menjalani hari-harinya sebagai siswa putih abu-abu. Bel sekolah sudah mulai berkicau dengan merdunya, kupulan remaja dengan seragam putih abu-abu itupun berlarian menuju kesebuah gubuk reot dekat kandang sapi. Ya, gubuk itu adalah sekolah mereka. Kelas yang sangat sederhana tanpa ada satu tempat untuk bersandar tersedia digubuk reot itu. Hanya ada satu papan tulis hitam yang sudah keropos dimakan rayap. Namun meski keadaan sekolah yang baru didirikan ini sangat jauh dari layak. Tapi tidak ada satupun pasang mata dari kaum bangsawan yang mau merenovasi sekolah ini. Mereka hanya peduli pada Sekolah Negri tapi menutup mata pada Sekolah pencetak pemimpin dari kaum pinggiran. Padahal kenyataannya sekolah negri hanyalah memikirkan akreditasi dan melakukan segala cara untuk mendapat gelar RSBI. Justru sekolah pinggiran adalah sekolah para pencetak generasi dan mengedepankan prestasi bukan akreditasi justru malah terkucilkan oleh pemerintahan era reformasi. Janji suci wajib belajar hanyalah ocehan dalam gurauaan dalam orasi. Karena masih banyak wilayah terpencil yang belum mendapatkan fasilitas pendidikan. Tidak banya dari mereka yang buta akan aksara. Bahkan tukang becak rela mengajar hanya untuk membuka mata para pemimpin bangsa bahwa kaum pinggiran juga sangat membutuhkan pendidikan yang layak. Karena itulah seorang tua renta dari desa terpencil kecamatan Tegal sari rela menghibahkan tempatnya berteduh untuk dijadikan tempat meniba ilmu bagi remaja putih abu-abu.
Matematika adalah pelajaran paling disukai oleh Suneo. Karena itulah cita-cita Suneo ingin menjadi seorang guru matematika. Jadi tidak heran hampir setiap detik dalam hidup Suneo dijalani dengan penuh perhitungan. Suneo juga dipercaya oleh gurunya untuk mengajarkan mata pelajaran matematika. Karena matematika Suneo bertemu sang pujahan hati, Bekti namanya meskipun namanya seperti seorang lelaki tapi parasnya bagai bidadari dari surgawi. Bektilah penyemangat hidup Suneo, motivasi kedua untuk  membangkitkan asa dalam nestapa. Awal pertemuan yang indah dalam keramaian ralasi fugsi disebuah ruang penuh ilmu, menghasilkan relasi antara dua hati  yang sulit untuk bersatu. Namun bait-bait angka dalam relasi fungsi mampu menyatukan mereka dalam sebuan ta’aruf yang suci. 
Sebenarnya Bekti sudah lama kagum pada Suneo, begitu sebabaliknya sudah lima tahun lamanya Suneo memendam cinta kepada Bekti. Namun Suneo adalah anak yang polos dan sangat pemalu, jangankan untuk mengungkapkan isi hatinya menyapa Bekti saja Suneo tidak bernyali, tapi meskipun begitu Suneo bukanlah laki-laki banci, Suneo juga punya harga diri sebagai seorang pria sejati yang rela menanti cintanya untuk sang pujaan hati. 
Berawal saat Suneo mengajarkan matematika Bekti secara sepontan mengatakan kekagumannya kepada Suneo, “Pinter banget kamu”, Suneo yang saat itu menulis barisan angka dipapan mendegar suara pujaan hatinya lansung salah tingkah dan tidak sengaja menjatuhkan kapur putih yang rapuh dari tangannya, Sontak suasana kelas yang awalnya sunyi berubah menjadi ramai penuh sindiran, “Cie-cie Suneo”,
 Tak tersa tiga tahun sebagai siswa putih abu-abu telah dia lewati begitu saja, kini dia telah lulus dari MA yang selama ini mendidiknya. Dia menjadi lulusan terbaik disekolahnya. Dan hubungannya dengan Bekti semakin membaik saja dari tahun ke tahun. Bahkan cinta dua anak manusia ini semakin erat dan sulit untuk dipisahkan.  Bagai dua pasang burung dara. Namun mereka tidak terlena akan cinta. Semagat keduanya masih membara untuk meraih sebuah kesuksesan yang selama ini dinanti-natikannya. Bersambung, dan tunggu cerita selanjutnya dam Pangill aku Suneo(waktu aku sama Bekti) Edisi ke 2, hanya di tinta santri.

Related Posts

Panggil Aku SUNEO (Masuk MA pinggiran tapi rasa SMAN faforit)
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.