Mungkin
kebanyak anak remaja banyak yang menyia-nyikan kesempatannya ketika mendapatkan
kesempatan untuk sekolah di SMAN faforit. Banyak dari mereka yang bangga dengan
al-mamater sekolahnya dan menghamburkan harta orang tuanya. Mereka terlalu asik
dengan sejuta fasilitas mewah dari orang tuanya. Namun tidak dengan anak remaja
dari pinggiran kecamatan Tegalsari Banyuwangi. Teman-temannya biasa
memanggilnya Suneo. Jika teman-teman suneo asik bermain dengan sepeda motor
pemberian orang tuanya. Tapi tidak dengan Suneo, dari ladang keladang Suneo dengan sabar mengayuh sepeda tuanya untuk mencarikan pakan
ternak milik orangtuanya. Meskipun hari-hari Suneo dihabiskan diladang tapi
Suneo tidak lupa dengan statusnya sebagai seorang pelajar. Ia selau
menyempatkan membaca demi mendapatkan secercah pengetahuan disela-sela waktunya mencari pakan
untuk hewan ternaknya. Suneo juga sama seperti anak-anak remaja seumurannya,
dia ingin sekali melanjutkan sekolah di SMA terbaik di Banyuwangi, namun keinginannya
tandas tidak mendapatkan restu dari kedua Orang Tuanya.
Sore itu suasana di rumah Suneo agak sedikit
berbeda dari biasannya, clotehan dan sedikit perdebatan terdengar dari
pesawahan yang ada disamping rumah Suneo. “Pak kulo pinggin sekolah SMAN GIRI”
ucap suneo sambil meneteskan air mata. “Wes le mondok ae, ra usah sekolah seng
aneh-aneh, engko sampean ketotan aliran seng gak bener” ucap Ayah Suneo yang
mulai renta. “Tapi kulo pun keterimo teng SMAN GIRI Pak.”Yowes le kesok melu
aku, tak daftarno ndek sekolahe Pak No.
Soneopun
hanya bisa tertunduk lesu mengikuti keinginan Orang Tuanya dan harus mengubur
dalam-dalam keinginannya untuk melanjutkan sekolah di SMA Negri yang selama ini
dia idam-idamkan. Baginya yang penting dia masih bisa melanjutkan sekolah saja
itu sudah merupakan anugrah yang luar biasa. Tapi dia mempuanyai janji kepada
Orang Tuanya setelah selesai menempuh pendidikan dibangku SMA ia akan
melanjutkan ke Pesantren sesuai keinginan Orang Tuanya.
Keesokan
harinya Suneo mendaftarkan diri disekolah barunya, namun wajah Suneo yang awalnya
ceria berubah menjadi suram tanpa senyuman. Betapa kecewanya Suneo melihat
kondisi sekolah barunya tidak sesuai dengan bayangannya selama ini. Sekolahnya
terletak persis disamping kandang sapi, dengan gubuk reok seperti terkena BOM
Bali, Namun Suneo hanya bisa pasrah dan menuju kelobi pendaftaran. Dia menemui
seorang guru yang duduk santai diruang pendaftaran sekolah barunya. “Pak saya
mau mendaftar kesekolah ini”ucap Suneo. “Ini dek, isi dulu formulir
pendaftarannya” ucap guru tadi sambil melampirkan kertas formulir pendataran.
Suneopun mengisi formulir pendaftaranya. Tidak lama kemudian Guru tadi meminta
rapot Suneo, betapa terkejutnya Guru tadi melihat nilai dirapot Suneo”dek, kamu
yakin mau mendaftar disekolah ini”, “Iya pak, kapan saya bisa mulai masuk
Sekolah”, “ Besok sudah bisa masuk dek”
Esok
paginya Suneo berangkat menuju sekolah dan menjalani hari-harinya sebagai siswa
putih abu-abu. Bel sekolah sudah mulai berkicau dengan merdunya, kupulan remaja
dengan seragam putih abu-abu itupun berlarian menuju kesebuah gubuk reot dekat
kandang sapi. Ya, gubuk itu adalah sekolah mereka. Kelas yang sangat sederhana
tanpa ada satu tempat untuk bersandar tersedia digubuk reot itu. Hanya ada satu
papan tulis hitam yang sudah keropos dimakan rayap. Namun meski keadaan sekolah
yang baru didirikan ini sangat jauh dari layak. Tapi tidak ada satupun pasang
mata dari kaum bangsawan yang mau merenovasi sekolah ini. Mereka hanya peduli
pada Sekolah Negri tapi menutup mata pada Sekolah pencetak pemimpin dari kaum
pinggiran. Padahal kenyataannya sekolah negri hanyalah memikirkan akreditasi
dan melakukan segala cara untuk mendapat gelar RSBI. Justru sekolah pinggiran adalah sekolah
para pencetak generasi dan mengedepankan prestasi bukan akreditasi justru malah
terkucilkan oleh pemerintahan era reformasi. Janji suci wajib belajar hanyalah
ocehan dalam gurauaan dalam orasi. Karena masih banyak wilayah terpencil yang belum
mendapatkan fasilitas pendidikan. Tidak banya dari mereka yang buta akan
aksara. Bahkan tukang becak rela mengajar hanya untuk membuka mata para
pemimpin bangsa bahwa kaum pinggiran juga sangat membutuhkan pendidikan yang layak.
Karena itulah seorang tua renta dari desa terpencil kecamatan Tegal sari rela
menghibahkan tempatnya berteduh untuk dijadikan tempat meniba ilmu bagi remaja
putih abu-abu.
Matematika
adalah pelajaran paling disukai oleh Suneo. Karena itulah cita-cita Suneo ingin
menjadi seorang guru matematika. Jadi tidak heran hampir setiap detik dalam
hidup Suneo dijalani dengan penuh perhitungan. Suneo juga dipercaya oleh
gurunya untuk mengajarkan mata pelajaran matematika. Karena matematika Suneo
bertemu sang pujahan hati, Bekti namanya meskipun namanya seperti seorang
lelaki tapi parasnya bagai bidadari dari surgawi. Bektilah penyemangat hidup
Suneo, motivasi kedua untuk membangkitkan
asa dalam nestapa. Awal pertemuan yang indah dalam keramaian ralasi fugsi
disebuah ruang penuh ilmu, menghasilkan relasi antara dua hati yang sulit untuk bersatu. Namun bait-bait
angka dalam relasi fungsi mampu menyatukan mereka dalam sebuan ta’aruf yang
suci.
Sebenarnya Bekti
sudah lama kagum pada Suneo, begitu sebabaliknya sudah lima tahun lamanya Suneo
memendam cinta kepada Bekti. Namun Suneo adalah anak yang polos dan sangat
pemalu, jangankan untuk mengungkapkan isi hatinya menyapa Bekti saja Suneo
tidak bernyali, tapi meskipun begitu Suneo bukanlah laki-laki banci, Suneo juga
punya harga diri sebagai seorang pria sejati yang rela menanti cintanya untuk
sang pujaan hati.
Berawal
saat Suneo mengajarkan matematika Bekti secara sepontan mengatakan kekagumannya
kepada Suneo, “Pinter banget kamu”, Suneo yang saat itu menulis barisan angka
dipapan mendegar suara pujaan hatinya lansung salah tingkah dan tidak sengaja
menjatuhkan kapur putih yang rapuh dari tangannya, Sontak suasana kelas yang awalnya sunyi berubah menjadi
ramai penuh sindiran, “Cie-cie Suneo”,
Tak tersa tiga tahun sebagai siswa putih
abu-abu telah dia lewati begitu saja, kini dia telah lulus dari MA yang selama
ini mendidiknya. Dia menjadi lulusan terbaik disekolahnya. Dan hubungannya
dengan Bekti semakin membaik saja dari tahun ke tahun. Bahkan cinta dua anak
manusia ini semakin erat dan sulit untuk dipisahkan. Bagai dua pasang burung dara. Namun mereka
tidak terlena akan cinta. Semagat keduanya masih membara untuk meraih sebuah kesuksesan
yang selama ini dinanti-natikannya. Bersambung, dan tunggu cerita selanjutnya
dam Pangill aku Suneo(waktu aku sama Bekti) Edisi ke 2, hanya di tinta santri.
Panggil Aku SUNEO (Masuk MA pinggiran tapi rasa SMAN faforit)
4/
5
Oleh
lufilahmad.blogspot.com