Friday, 15 May 2015

Waktu Aku Sama Bekti (Dwilogi panggil aku Suneo)


Detik akan terus berjalan, roda kehidupan akan terus berputar. Masa lalu tinggalah sebuah cerita dalam bingkai kenangan. Masa depan harus dijalani dengan penuh senyuman. Pagi ini adalah pagi  pertama Suneo melepas baju putih abu-abunya yang selama ini membalut tubuhnya dalam pengembaraannya mencari secercah pengetahuan. Sang surya mulai menampakan peradabannya mengeluarkan sejuta pesona dari wajah yang penuh dengan cahaya dengan seribu kharismanya. Suara ketukan terdengar dari balik pintu rumah Suneo.”Assalamualikum” Salam yang lembut terucap dari seorang gadis cantik nan solehah. Suara itu selalu melekat dalam ingatan Suneo.”Wa’alaikum salam” Suneo segera membukakan pintu rumahnya.   Gadis cantik yang  kulitnya seputih susu, wangi sabun masih tercium dari tubuh gemulainya. Gadis itu adalah Bekti Prahesti, Seorang gadis yang selama ini dekat dengan Suneo. Namun kedekatan mereka hanyalah sebagai sahabat. Mekipun keduanya saling mencintai namun keduanya tidak mudah untuk memetuskan menjalin sebuah hubungan yang lebih erat lagi.  Karena bagi mereka untuk saat ini ada jauh yang lebih penting dari pada sekedar menjalin kasih yang hanya untuk mengikuti keinginan nafsu sahwat mereka. Namun bukan berarti mereka tidak ingin menjalin hubungan sebagai seorang kekasih. Bahkan kedua orang tua mereka sudah saling mengenal dan sudah mempunyai rencana untuk menikahkan kedua anak kesayangannya.
Rumah suneo yang sepi mendadak berubah menjadi lebih ramai dengan hadirnya Bekti, hari ini adalah hari pertama mereka belajar bersama. Dengan sabar dan penuh kasih sanyang Suneo mengajarkan Logaritma kepada Bekti. Sebagai balas jasa tidak jarang tangan lembut Bekti memijat punggung Suneo yang mulai kelelahan karena seharian mengajarkan Matematiaka kepadanya. Orang tua Suneo hanya tersenyum melihat kedekatan anaknya dengan Bekti. Mereka sangat senang dengan hadirnya Bekti dirumahnya. Karena mereka tau siapa Bekti. Mereka yankin bahwa Bektilah yang terbaik untuk Suneo.
Malam harinya Suneo pergi kesurau dekat rumah Bekti. Disinilah Seneo belajar tentang agama kepada Bekti. Karena Bekti adalah anak seorang pemuka agama yang sangat dihormati dikampungnya. Mungkin benar kata pepatah jika buah jatuh tidak jauh dari pohonnya, begitu juga dengan Bekti. Di usianya yang masih muda dia sudah mampu menghafalkan Al-quran. Dan dia sudah bisa memaknai kitab-kitab klasik yang tidak semua orang bisa memaknainya. Bekti juga sering menjuarai bebagai perlombaan Hafidzul Quran, dan Kiroatul Qutub. Suara yang lembut dari bibir yang suci. Mengajarkan Suneo tentang makhorijul huruf yang sebernarnya. Bahkan Bekti tidak segan untuk menarik bibirnya hingga muncul lesung dipipi manisnya untuk mencotohkan keSuneo tentang cara membaca Huruf arab ”sin”.
Hari-hari Suneo tidak hanya dihabiskan untuk belajar saja, karena Suneo tetaplah Suneo, dia bukanlah seorang malikat dia hanyalah seorang anak remaja yang juga memiliki kebosanan. Untuk menghilangkan kebosanan Suneo Mengajak Bekti bermain ditempat-tempat hiburan yang ada disekitar Banyuwangi. Hari ini mereka berlibur ke Kawah Ijen, sebuah tempat tertinggi yang ada dibanyuawangi. Dibawah kaki Gunung Ijen Suneo mempersiapkan segala bekal perjalananya untuk mendaki dataran tertinggi di banyuwangi ini. “Sudah lengkap semuanya Ma” Ya suneo bisa memanggil Bekti dengan sebutan mama karena bagi suneo bekti selain sebagai seorang sahabat, dia juga seperti seorang ibu yang mampu menghapus air matanya dalam nestapa. “Sudah bi” Begitupun dengan Bekti, Bekti memangil suneo dengan  sebutan Abi, karena bagi Bekti Suneo adalah pelindungnya. Dialah orang kedua setelah ayahnya yang selalu setia menemani dan menjaga Bekti dalam suka maupun Duka.
Kaki keduanya segera melangkah untuk menaklukan puncak tertinggi dikabupaten banyuwangi ini. Ditengah perjalan mereka mendaki, Bekti terjatuh hingga kaki bekti menganai ranting pohon dipegunungan yang menyimpan sejuta pesona ini. Darah terus mengalir dari kaki bekti. Dengan sabar dan penuh kelembutan Suneo membalut luka dikaki Bekti yang mulai membengkak dengan sobekan kain dari bajunya. “masih kuat ndak ma” Tanya suneo, “kita istirahat disini dulu ya bi” jawab Bekti dengan wajah yang menahan rasa sakit karena luka dikakinya. Suneo yang tidak tega melihat bekti segera mendirikan tenda untuk tempat berteduh Bekti. Karena iya juga merasakan apa yang dirasakan Bekti kali ini. Dinginnya angin pagi menembus tenda yang didirikan Suneo tadi malam. Gadis yang masih tertidur lelap dibalik tenda itupun segera dibangunkan oleh Suneo yang rela semalaman begadang untuk menjaga sahabatnya . Mereka berdua melanjutkan perjalanannya untuk mendaki kepuncak yang jaraknya sekitar 400 meter dari tempat mereka berada. Namun luka tadi malam masih membekas hingga membuat Bekti tak mampu untuk melangkahkan kakinya. Suneo yang tak tega lansung mengendong raga bekti yang tak mampu untuk melangkah lagi. Tak terasa mereka berdua telah sampai di Kawah Ijen The Blue fire of java. “Bi, Welcome to Blue fire Of java” dengan wajah yang sumringah, terpancar  senyuman indah dari bidadari surgawi ini. Mereka segara mengabadikan kebersamaan mereka dikawah Ijen ini, seolah ingin memberitahukan kepada dunia bahwa pada tanggal 5 juni 2014 pernah ada dua orang sahabat yang telah menaklukan kejamnya hutan rimba dataran tertinggi Kab.Banyuwangi.

Hari-hari demi hari telah berlalu. Namun Suneo tidak pernah melihat Bidadarinya semenjak ia dan Sang Bidadari mendaki kawah Ijen. Suneo hanya bisa berdoa semoga sang Bidadari tetap dalam lindungan sang pencipta. Suneo yang gelisah menantikan kehadiran sang Bidadari segera menjemput keperaduannya. Suneo semakin gelisah hingga dia tak tau harus berbuat apalagi ketika iya mendapat kabar bahwa bidadarinya  telah pergi untuk selama-lamanya. Suneo hanya mampu meneskan derai air mata seraya mengirimkan untaian doa untuk seorang bidadari yang selama ini selalu ada untuknya. Suneo tidak pernah tau dibalik seyuman bidadarinya menyimpan sejuta kesakitan didalam raganya. Suneo baru tau ketika sang bidadari telah pergi bahwa selama ini Bekti menderita penyakit kronis yang tidak tau apa sebabnya. Namun sang bidadari sangat cinta kepada pangerannya. Sebelum kepergiaanya Bekti sempat menuliskan surat yang dia buat khusus untuk Suneo. Bekti mengungkapkan segala perasaannya kepada Suneo, seketika itu pula derai air mata Suneo menetes untuk kedua kalinya. Dia sangat menyesal karena sebelum Bekti pergi dia belum sempat untuk menyatakan cintanya, di ahir suratnya Bekti menuliskan kata terahir dalam hidupnya” Jangan bersedih jika aku tak pernah ada lagi disampingmu, meskipun ragaku tak utuh seperti yang dulu, percayalah cintaku hanya untukmu, cinta yang tidak pernah aku berikan kepada orang lain selain dirimu, temukanlah cinta barumu tapi jangan pernah lupakan aku dalam setiap Doamu. Jangan sia-siakan hari-hari dengan tagisan karena kepergiaaku. Ikhlaskanlah kepergianku ini dan yakinlah tuhan akan mempersatukan kita disurga nanti. Kejarlah mimpimu untuk menjadi seorang guru, teruskanlah perjuangan kita selama ini, jangan pernah berhenti untuk menuntut ilmu, karena ilmu adalah pengangan untuk menuntunmu menuju kebenaran. Teruntuk sahabatku Suneo terimakasih untuk semua kebahagiaan yang telah aku berikan kepadaku. Sambil melihat fato keduanya Suneo hanya bisa mengenang Bekti dalam cerita, dia sadar kepergian bekti bukanlah ahir dari hidupnya, dia berjanji akan melanjutkan Kuliah meskipun dia juga punya janji akan melanjutkan ke Pesantren sesuai keinginan orang tuanya. 
baca juga ya trilogi suneo selanjutnya hanya di tinta santri

Related Posts

Waktu Aku Sama Bekti (Dwilogi panggil aku Suneo)
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.