Detik
akan terus berjalan, roda kehidupan akan terus berputar. Masa lalu tinggalah
sebuah cerita dalam bingkai kenangan. Masa depan harus dijalani dengan penuh
senyuman. Pagi ini adalah pagi pertama
Suneo melepas baju putih abu-abunya yang selama ini membalut tubuhnya dalam
pengembaraannya mencari secercah pengetahuan. Sang surya mulai menampakan
peradabannya mengeluarkan sejuta pesona dari wajah yang penuh dengan cahaya dengan seribu kharismanya. Suara ketukan
terdengar dari balik pintu rumah Suneo.”Assalamualikum” Salam yang lembut
terucap dari seorang gadis cantik nan solehah. Suara itu selalu melekat dalam
ingatan Suneo.”Wa’alaikum salam” Suneo segera membukakan pintu rumahnya. Gadis cantik yang kulitnya seputih susu, wangi sabun masih
tercium dari tubuh gemulainya. Gadis itu adalah Bekti Prahesti, Seorang gadis
yang selama ini dekat dengan Suneo. Namun kedekatan mereka hanyalah sebagai sahabat.
Mekipun keduanya saling mencintai namun keduanya tidak mudah untuk memetuskan
menjalin sebuah hubungan yang lebih erat lagi.
Karena bagi mereka untuk saat ini ada jauh yang lebih penting dari pada
sekedar menjalin kasih yang hanya untuk mengikuti keinginan nafsu sahwat mereka. Namun bukan
berarti mereka tidak ingin menjalin hubungan sebagai seorang kekasih. Bahkan
kedua orang tua mereka sudah saling mengenal dan sudah mempunyai rencana untuk
menikahkan kedua anak kesayangannya.
Rumah
suneo yang sepi mendadak berubah menjadi lebih ramai dengan hadirnya Bekti,
hari ini adalah hari pertama mereka belajar bersama. Dengan sabar dan penuh
kasih sanyang Suneo mengajarkan Logaritma kepada Bekti. Sebagai balas jasa
tidak jarang tangan lembut Bekti memijat punggung Suneo yang mulai kelelahan karena
seharian mengajarkan Matematiaka kepadanya. Orang tua Suneo hanya tersenyum
melihat kedekatan anaknya dengan Bekti. Mereka sangat senang dengan hadirnya
Bekti dirumahnya. Karena mereka tau siapa Bekti. Mereka yankin bahwa Bektilah
yang terbaik untuk Suneo.
Malam
harinya Suneo pergi kesurau dekat rumah Bekti. Disinilah Seneo belajar tentang
agama kepada Bekti. Karena Bekti adalah anak seorang pemuka agama yang sangat
dihormati dikampungnya. Mungkin benar kata pepatah jika buah jatuh tidak jauh
dari pohonnya, begitu juga dengan Bekti. Di usianya yang masih muda dia sudah
mampu menghafalkan Al-quran. Dan dia sudah bisa memaknai kitab-kitab klasik
yang tidak semua orang bisa memaknainya. Bekti juga sering menjuarai bebagai
perlombaan Hafidzul Quran, dan Kiroatul Qutub. Suara yang lembut dari bibir
yang suci. Mengajarkan Suneo tentang makhorijul huruf yang sebernarnya. Bahkan Bekti tidak segan untuk menarik bibirnya hingga muncul lesung dipipi manisnya untuk mencotohkan keSuneo
tentang cara membaca Huruf arab ”sin”.
Hari-hari
Suneo tidak hanya dihabiskan untuk belajar saja, karena Suneo tetaplah Suneo,
dia bukanlah seorang malikat dia hanyalah seorang anak remaja yang juga
memiliki kebosanan. Untuk menghilangkan kebosanan Suneo Mengajak Bekti bermain
ditempat-tempat hiburan yang ada disekitar Banyuwangi. Hari ini mereka berlibur
ke Kawah Ijen, sebuah tempat tertinggi yang ada dibanyuawangi. Dibawah kaki Gunung Ijen Suneo mempersiapkan segala bekal perjalananya untuk mendaki dataran
tertinggi di banyuwangi ini. “Sudah lengkap semuanya Ma” Ya suneo bisa
memanggil Bekti dengan sebutan mama karena bagi suneo bekti selain sebagai
seorang sahabat, dia juga seperti seorang ibu yang mampu menghapus air matanya
dalam nestapa. “Sudah bi” Begitupun dengan Bekti, Bekti memangil suneo
dengan sebutan Abi, karena bagi Bekti
Suneo adalah pelindungnya. Dialah orang kedua setelah ayahnya yang selalu setia
menemani dan menjaga Bekti dalam suka maupun Duka.
Kaki
keduanya segera melangkah untuk menaklukan puncak tertinggi dikabupaten
banyuwangi ini. Ditengah perjalan mereka mendaki, Bekti terjatuh hingga kaki
bekti menganai ranting pohon dipegunungan yang menyimpan sejuta pesona ini. Darah
terus mengalir dari kaki bekti. Dengan sabar dan penuh kelembutan Suneo
membalut luka dikaki Bekti yang mulai membengkak dengan sobekan kain dari
bajunya. “masih kuat ndak ma” Tanya suneo, “kita istirahat disini dulu ya bi”
jawab Bekti dengan wajah yang menahan rasa sakit karena luka dikakinya. Suneo
yang tidak tega melihat bekti segera mendirikan tenda untuk tempat berteduh
Bekti. Karena iya juga merasakan apa yang dirasakan Bekti kali ini. Dinginnya
angin pagi menembus tenda yang didirikan Suneo tadi malam. Gadis yang masih
tertidur lelap dibalik tenda itupun segera dibangunkan oleh Suneo yang rela
semalaman begadang untuk menjaga sahabatnya . Mereka berdua melanjutkan
perjalanannya untuk mendaki kepuncak yang jaraknya sekitar 400 meter dari
tempat mereka berada. Namun luka tadi malam masih membekas hingga membuat Bekti
tak mampu untuk melangkahkan kakinya. Suneo yang tak tega lansung mengendong
raga bekti yang tak mampu untuk melangkah lagi. Tak terasa mereka berdua telah
sampai di Kawah Ijen The Blue fire of java. “Bi, Welcome to Blue fire Of java”
dengan wajah yang sumringah, terpancar
senyuman indah dari bidadari surgawi ini. Mereka segara mengabadikan
kebersamaan mereka dikawah Ijen ini, seolah ingin memberitahukan kepada dunia
bahwa pada tanggal 5 juni 2014 pernah ada dua orang sahabat yang telah
menaklukan kejamnya hutan rimba dataran tertinggi Kab.Banyuwangi.
Hari-hari
demi hari telah berlalu. Namun Suneo tidak pernah melihat Bidadarinya semenjak
ia dan Sang Bidadari mendaki kawah Ijen. Suneo hanya bisa berdoa semoga sang
Bidadari tetap dalam lindungan sang pencipta. Suneo yang gelisah menantikan
kehadiran sang Bidadari segera menjemput keperaduannya. Suneo semakin gelisah
hingga dia tak tau harus berbuat apalagi ketika iya mendapat kabar bahwa
bidadarinya telah pergi untuk
selama-lamanya. Suneo hanya mampu meneskan derai air mata seraya mengirimkan
untaian doa untuk seorang bidadari yang selama ini selalu ada untuknya. Suneo
tidak pernah tau dibalik seyuman bidadarinya menyimpan sejuta kesakitan didalam
raganya. Suneo baru tau ketika sang bidadari telah pergi bahwa selama ini Bekti
menderita penyakit kronis yang tidak tau apa sebabnya. Namun sang bidadari
sangat cinta kepada pangerannya. Sebelum kepergiaanya Bekti sempat menuliskan
surat yang dia buat khusus untuk Suneo. Bekti mengungkapkan segala perasaannya
kepada Suneo, seketika itu pula derai air mata Suneo menetes untuk kedua
kalinya. Dia sangat menyesal karena sebelum Bekti pergi dia belum sempat untuk
menyatakan cintanya, di ahir suratnya Bekti menuliskan kata terahir dalam
hidupnya” Jangan bersedih jika aku tak pernah ada lagi disampingmu, meskipun
ragaku tak utuh seperti yang dulu, percayalah cintaku hanya untukmu, cinta yang
tidak pernah aku berikan kepada orang lain selain dirimu, temukanlah cinta
barumu tapi jangan pernah lupakan aku dalam setiap Doamu. Jangan sia-siakan
hari-hari dengan tagisan karena kepergiaaku. Ikhlaskanlah kepergianku ini dan
yakinlah tuhan akan mempersatukan kita disurga nanti. Kejarlah mimpimu untuk
menjadi seorang guru, teruskanlah perjuangan kita selama ini, jangan pernah
berhenti untuk menuntut ilmu, karena ilmu adalah pengangan untuk menuntunmu
menuju kebenaran. Teruntuk sahabatku Suneo terimakasih untuk semua kebahagiaan
yang telah aku berikan kepadaku. Sambil melihat fato keduanya Suneo hanya bisa
mengenang Bekti dalam cerita, dia sadar kepergian bekti bukanlah ahir dari
hidupnya, dia berjanji akan melanjutkan Kuliah meskipun dia juga punya janji
akan melanjutkan ke Pesantren sesuai keinginan orang tuanya.
baca juga ya trilogi suneo selanjutnya hanya di tinta santri
Waktu Aku Sama Bekti (Dwilogi panggil aku Suneo)
4/
5
Oleh
lufilahmad.blogspot.com