Monday, 12 October 2015

“TAMU DIBERI MAKAN, MELAYU DIBERI BERAS”: TRADISI PENYAJIAN MAKANAN PADA MASYARAKAT DAYAK DI KALIMANTAN BARAT

“Tamu Diberi Makan, Melayu Diberi Beras”: Tradisi Penyajian Makanan Pada Masyarakat Dayak (Bambang HSP)
“TAMU DIBERI MAKAN, MELAYU DIBERI BERAS”:
 TRADISI PENYAJIAN MAKANAN PADA MASYARAKAT DAYAK
 DI KALIMANTAN BARAT

Bambang Hendarta Suta Purwana
Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta Jalan Brigjen Katamso 139 Yogyakarta E-mail: bambangsuta@ymail.com
Naskah masuk: 24 Maret 2014 Revisi akhir: 24 April 2014 Disetujui terbit: 21 Mei 2014

“TAMU DIBERI MAKAN, MELAYU DIBERI BERAS”: 
FOOD SERVING TRADITION OF DAYAK PEOPLE IN WEST KALIMANTAN

Abstract
Because of the impact of several ethnic violences in West Kalimantan, mass media often describe this province as prone to conflict. This is allegedly stimulated by the social groups who are less intolerant of diverse beliefs and cultures. This descriptive qualitative research is about the tolerance of Dayak people in West Kalimantan. The empirical data were obtained from the researcher's experience during his resident for nine years in West Kalimantan. The relevant information from library research was used as secondary data. This study illustrates that Dayak people as “the natives” of West Kalimantan uphold tolerance towards religious diversity. It is evidence in various social activities when they cook and serve food for those with different beliefs.
Keywords: conflict prone, tolerance, cooking and serving of food

Abstrak
Dampak dari beberapa kali konflik antarkomunitas etnis di Kalimantan Barat, dalam pemberitaan media massa, wilayah ini sering digambarkan sebagai daerah rawan konflik yang diduga disebabkan oleh rendahnya sikap toleransi terhadap perbedaan latar budaya dan agama antarkelompok sosial. Tulisan ini ingin menunjukkan bahwa masyarakat Dayak sebagai penduduk “asli” Kalimantan Barat sangat menjunjung tinggi sikap toleransi terhadap perbedaan agama. Hal ini dapat dibuktikan melalui tradisi cara pengolahan dan penyajian makanan untuk para tamu yang berbeda agama dalam berbagai konteks aktivitas kehidupan sosial mereka. Data primer berasal dari pengalaman empiris penulis tinggal selama sembilan tahun di Kalimantan Barat dan didukung data sekunder dari hasil studi kepustakaan. Data dianalisis dengan teknik deskriptif kualitatif. 
Kata kunci: rawan konflik, toleransi, pengolahan dan penyajian makanan

I. PENDAHULUAN 
terjadi tahun 1999 di Sambas antara 1komunitas etnis Madura 'melawan' Melayu. Tindak kekerasan kolektif antarSemua konflik sosial yang banyak menelan komunitas dalam skala besar telah tiga kali korban jiwa tersebut terjadi di wilayah 'kota' terjadi di Kalimantan Barat. Pada tahun 1967 baik ibukota kabupaten maupun 'kota' terjadi konflik antara komunitas Cina kecamatan yang penduduknya relatif 'melawan' Dayak. Pada akhir tahun 1996 heterogen karena banyak bermukim warga sampai dengan awal tahun 1997 terjadi masyarakat 'pendatang' dari luar Kalimantan. konflik Sanggau Ledo yang melibatkan Gerry van Klinken menyebut fenomena komunitas etnis Madura melawan Dayak. konflik antarkomunitas etnis ini sebagai Terakhir, konflik dalam skala besar juga 'perang di kota kecil' yang melibatkan warga 
1
Bambang Hendarta Suta Purwana, Konflik Antarkomunitas Etnis di Sambas 1999: Suatu Tinjauan Sosial Budaya. (Pontianak: Romeo Grafika Pontianak, 2003), hlm. 1-3.
40
Jantra Vol. 9, No. 1, Juni 2014 ISSN 1907 - 9605
masyarakat 'asli' dan 'pendatang' yang terdapat tiga tulisan pendek sekitar satu 2 sampai tiga halaman yang menyinggung memiliki latar sosio-budaya yang berbeda. tradisi orang Dayak dalam mengolah dan Dalam pemberitaan media massa 4 menyajikan makanan kepada para tamunya. elektronik dan cetak internasional, KaliData primer dalam tulisan ini diambil dari mantan Barat sering digambarkan sebagai pengalaman empiris penulis yang pernah 'daerah perang' tempat para 'pemburu kepala' tinggal menetap di Kalimantan Barat dari (headhunters) memburu para musuh untuk tahun 1998 sampai 2007 dan didukung data dipenggal kepalanya. hasil studi kepustakaan. Data dianalisis That is based on 'facts' and 'reality' of dengan teknik deskriptif kualitatif. violence that happened, only one conclusion says this that the Dayak people were used to “the former II. KOMUNITAS ORANG DAYAK DAN headhunters of Borneo” still and ORANG MELAYU DI 'pr oved' went heandhunting. Some examples: CNN, Times, The Washington KALIMANTAN BARAT 3Post, Reuters, Mar ch2, 2001. A. Orang Dayak sebagai Penduduk 'Asli' Terbentuk persepsi publik yang negatif Kalimantan Barat mengenai masyarakat Kalimantan Barat Gambaran umum tentang penge-yakni hubungan sosial yang tidak harmoni s lompokan sosial penduduk Kalimantan Barat antara sesama war ga masyarakat yang bercampuraduk antara kategori sosial memiliki latar sosial budaya yang berbeda. berdasarkan ras, agama dan etnisitas. Citra negatif itu mengarah pada dugaan Pengelompokan penduduk berdasarkan suku rendahnya toleransi dan penghormatan atas bangsa meliputi komunitas suku bangsa harkat martabat antarkelompok sosial yang Dayak yang merupakan kelompok berlainan budaya dan agamanya. kekerabatan yang lebih banyak bermukim di Apakah benar kelompok-kelompok daerah pedalaman. Sementara itu, wilayah sosial di Kalimantan Barat tidak memiliki pesisir lebih dominan didiami warga sikap toleransi terhadap perbedaan- komunitas Melayu, Bugis, Arab dan Cina. perbedaan pola perilaku dari kelompok sosial Komunitas suku Dayak sering digambarkan lainnya? Adakah nilai-nilai sosial budaya sebagai komunitas yang relatif tertutup serta yang melandasi terbentuknya sikap saling menonjolkan kesamaan dan kesatuan sosiopercaya (trust) dan menghormati antar- kultural. Komunitas Melayu, Bugis dan Arab kelompok sosial yang berbeda di Kalimantan merupakan komunitas Muslim yang lebih Barat? Tulisan ini bermaksud menjawab menekankan aspek sosio-historis sebagai pertanyaan di atas melalui deskripsi tentang kelompok kelas penguasa, sedangkan adat kebiasaan orang Dayak di Kalimantan komunitas Cina lebih merupakan satu5Barat dalam mengolah dan menyajikan kesatuan sosio-ekonomis. makanan kepada para tamu yang datang di Siapa yang disebut penduduk 'asli' Pulau rumahnya atau hadir dalam acara yang Kalimantan? Beberapa ahli memiliki diselenggarakan oleh tuan rumah. Dari pendapat yang beragam, dalam pandangan penelusuran studi kepustakaan hanya 
2
Gerry van Klinklen, Perang Kota Kecil: Kekerasan Komunal dan Demokratisasi di Indonesia. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 
2007).
3
John Bamba, “War or Headhunting? Violence Phenomena in West Kalimantan,” Dayakology. Vol. I. No. 1 January. (Pontianak: Institute Dayakologi, 2004), hlm. 13. 4 Tiga tulisan yang secara ringkas menggambarkan tradisi orang Dayak dalam mengolah dan menyajikan makanan kepada para tamunya itu antara lain: Bamba, op.cit. hlm. 17; Hermansyah, 2011, “Keterangan Ahli Berkenan dengan Permohonan Pengujian UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, 26 Mei 2011”, dalam Wahyu Wagiman dan Widiyanto (Editor), Undang-Undang Perkebunan, Wajah Baru Agrarian Wet: Dasar dan Alasan Pembatalan Pasal-pasal Kriminalisasi oleh Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Elsham Sawit Watch Pilnet, hlm. 252; Natalis, 1998, “Nilai Moral Kempunan Suku Dayak Ribun” Kalimantan Review No.29-30/Th.VII/Januari-Februari 1998. Pontianak: LP3S Institute of Dayakology Research and Development, hlm. 37. 5 Hasanuddin dkk., Pontianak 1771-1900: Suatu Tinjauan Sejarah Sosial Ekonomi. (Pontianak: Romeo Grafika, 2000), hlm. 41.
41
“Tamu Diberi Makan, Melayu Diberi Beras”: Tradisi Penyajian Makanan Pada Masyarakat Dayak (Bambang HSP)
Veth, penduduk 'asli' Pulau Kalimantan kedatangan orang Melayu dari Sumatera dan 6 Semenanjung Malaka, pemukiman adalah orang Dayak. Sedangkan Jan B. Ave kelompok-kelompok orang Dayak cende-menyatakan bahwa orang Dayak dan orang rung bergeser ke arah hulu sungai. Namun Punan sebagai penduduk asli Pulau tidak semua orang Dayak menghindari Kalimantan, namun memiliki perbedaan proses interaksi sosial dengan orang Melayu sistem matapencaharian. Orang Punan yang datang di wilayah pantai Kalimantan. merupakan kelompok penduduk yang Pada proses ini tidak sedikit dari orang Dayak menyandarkan hidupnya dari berburu dan yang melakukan perkawinan dengan orang meramu di hutan, serta menangkap ikan di Melayu. Setelah anak cucu orang Dayak dan sungai atau danau. Sedangkan orang Dayak Melayu banyak melakukan perkawinan dikenal sebagai petani yang bercocoktanam 7 campur namun bukan berarti identitas padi di ladang. Dari aspek historis, diduga kesukuan mereka hilang atau melebur, orang Dayak merupakan keturunan para masing-masing identitas tetap bertahan oleh imigran dari daratan Indocina yang sekarang karena identitas itu bukan berlandaskan pada disebut Yunnan. Nenek moyang orang Dayak genealogi keturunan atau darah keturunan, ini diperkirakan datang dalam formasi namun berdasarkan kategorisasi entitas kelompok-kelompok kecil yang mengemsosial-budaya mereka yang berbeda. bara dari daerah Cina Selatan menuju Jazirah Malaysia sebelum menyebar ke berbagai Sebutan Dayak sendiri diberikan oleh pulau-pulau di Indonesia. Mereka datang orang luar Kalimantan yang datang sebagai bergelombang, pertama adalah kelompok pejabat pemerintah Belanda, misionaris, dan Negrid dan Weddid, pada saat ini kedua pendatang untuk menyebut kelompokkelompok sosial tersebut sudah tidak ada kelompok penduduk asli Pulau Kalimantan. lagi. Gelombang selanjutnya berlangsung Dalam konteks relasi sosial antarkomunitas selama kurang lebih seribu tahun antara 3000 penduduk asli Kalimantan, mereka mengisampai 1500 tahun sebelum Masehi. dentifikasi diri dengan nama tempat atau Kelompok kedua ini adalah Proto Melayu. binua masing-masing seperti urakng Gelombang migrasi ini berlangsung lagi Ambawang untuk menyatakan dirinya sekitar lima ratus tahun sebelum Masehi dari penduduk 'asli' Kalimantan dari daerah daratan Asia ke pulau-pulau di Indonesia, Ambawang. Kategorisasi sosial ini akan kelompok-kelompok ini disebut Deutro- berbeda ketika mereka berhadapan dengan Melayu yang banyak tinggal di daerah pesisir orang dari komunitas suku pendatang. pantai. Kelompok-kelompok sosial Sesama penduduk 'asli' (Dayak) mereka keturunan orang Proto-Melayu cenderung sebut urakng diri, sedangkan orang Melayu menghuni daerah pedalaman, sedangkan disebut orang Laut dan Cina dipanggil kelompok-kelompok sosial keturunan orang 8 Sobat. Identifikasi komunitas etnis ini Deutro-Melayu lebih banyak bertempatdiduga berkaitan dengan pola pemukiman tinggal di daerah pantai. masing-masing komunitas etnis khususnya komunitas Dayak dan Melayu. Kebiasaan Pola persebaran orang Dayak di masing-masing komunitas suku tersebut Kalimantan mengikuti jalur perairan, pada bertempat-tinggal menyebabkan orang mulanya mereka bertempat tinggal di pantai Melayu lazim disebut orang Laut karena kemudian menyelusuri jalur aliran sungai mereka bermukim di daerah pantai dan di tepi yaitu daerah tepian Sungai Kapuas dan sungai besar sedangkan orang Dayak disebut pesisir Kalimantan. Setelah gelombang 
6
P.J. Veth, Borneo's Wester Afdeeling, Geographisch, Statistich, Historisch, vooragegaan door een algemene schets der gangsche eilands. Deel I. Zaltbommel, hlm. xxxi. Lihat juga J.U. Lontaan, 1975, Sejarah, Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat. (Pontianak, Pemda Tingkat I Kalimantan Barat, 1854), hlm. 48. 7 Syamsuni Arman, “Analisa Budaya Manusia Dayak,” Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi. (Jakarta, Kerjasama LP3ES Institute of Dayakology Research and Development dengan Gramedia, 1994), hlm. 122-123. 8 Stepanus Djuweng, “Dayak Kanayatn, Kelompok Besar Yang Hampir Terlupakan”, dalam Nico Andasputra dan Vincentius Julipin (Editor), Mencermati Dayak Kanayatn. (Pontianak: Institute of Dayakology Research and Development, 1997), hlm. vi.
42
Jantra Vol. 9, No. 1, Juni 2014 ISSN 1907 - 9605
orang Darat karena mereka cenderung orang Dayak akan kembali. Simbol dari bertempat tinggal di daerah pedalaman. bagian kuasa 'Dunia Adikodrati' itu Dalam suatu cerita rakyat di Kabupaten diwujudkan dalam bentuk burung Enggang. Landak, asal usul kata Dayak berasal dari Hutan dengan pepohonan yang tinggi kata ka daya yang berarti ke arah hulu. Hal ini menjulang ke langit merupakan tempat menggambarkan kecenderungan orang hinggap burung Enggang. Hutan yang lebat Dayak pada waktu itu yang tidak bersedia dan pepohonan yang besar serta tinggi berinteraksi atau juga bisa diartikan mereka merupakan tempat bertemunya manusia tidak mau terjadi konflik dengan komunitas dengan kuasa 'Dunia Adikodrati'. Dengan suku pendatang yakni orang Melayu di demikian hamparan tanah dan hutan bagi 9 orang Dayak tidak semata-mata bermakna daerah pesisir . material seperti faktor produksi dalam sistem Dayak merupakan nama kolektif untuk pertanian, namun memiliki makna religius banyak suku asli di Kalimantan, yang magis yang penting bagi kehidupan sebagian besar menghuni daerah pedalaman. masyarakat Dayak. Di antara kelompok-kelompok yang Hamparan tanah yang luas dalam ter gabung dalam Dayak, terdapat keragaman konsepsi budaya masyarakat Dayak disebut yang besar dari sudut bahasa, arsitektur tanah adat. Semua tanah yang ada dalam rumah, kesenian, upacara dan lain-lain. Ciriwilayah adat yang meliputi kampung atau ciri terpenting dari komunitas orang Dayak binua kadang juga disebut benua. adalah bertempat tinggal di pedalaman, di Kepemilikan dan penguasaannya diatur tepi dan lembah-lembah sungai, sistem dalam adat-istiadat dan hukum adat, disebut pertanian berladang, dan penganut agama 1110 tanah adat. Semua hamparan tanah yang tradisional. Komunitas orang Dayak yang menyangga sistem sosial dan perekonomian tinggal di wilayah perkotaan sudah tidak masyarakat atau tanah yang memiliki fungsi memiliki karakteristik komunitas petani religius magis bagi masyarakat Dayak peladang seperti di atas. biasanya termasuk dalam kategori hak milik Identitas komunitas orang Dayak tidak komunal. Masyarakat Dayak sebagai dapat dilepaskan dari pola dan hasil adaptasi penduduk 'asli' Kalimantan memiliki klaim mereka terhadap lingkungan alam. Mereka historis atas seluruh hamparan tanah yang mengembangkan sistem adaptasi sosial berada dalam teritorial adat mereka. Oleh budaya terhadap lingkungan alam dan karena itu, dalam setiap komunitas adat sosialnya. Kebudayaan masyarakat Dayak Dayak selalu ada pranata sosial yang disebut dapat dikatakan merupakan hasil dari proses adat dengan fungsi mengatur masalah adaptasi orang Dayak selama ribuan tahun kepemilikan atau penguasaan atas bidangterhadap lingkungan alam dan sosialnya. bidang tanah baik untuk kepentingan umum Filosofi budaya Dayak yang terkandung maupun individual. Sistem tanurial adat dalam mitologi asal usul orang Dayak. menjadi bagian tidak terpisahkan dari Digambarkan bahwa hutan merupakan dunia 12 kebudayaan masyarakat Dayak. manusia, sementara “dunia atas” atau 'Dunia Adikodrati' merupakan tempat di mana Kesatuan sosial masyarakat Dayak juga Tuhan bersemayam dan roh nenek moyang ditandai oleh adanya rumah panjang atau 
9
Oetami Dewi, “Resistensi Petani Terhadap Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus Perlawanan Petani Terhadap Perkebunan Kelapa Sawit PTPN XIII (Persero) PIR V Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat)”, (Depok: Universitas Indonesia 2006), (Disertasi tidak diterbitkan), hlm. 100. 10 Masri Singarimbun, 1994, “Hak Ulayat Masyarakat Dayak”, dalam Paulus Florus; Stepanus Djuweng; John Bamba dan Nico Andasputra (Editor), Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi. (Jakarta: P3S Institute of Dayakology Research and Development Gramedia Widiasarana Indonesia), hlm. 54. 11 S. Masiun, “Tanah adalah Dayak. Pertahankanlah!: Tanah bagi orang Dayak adalah kehidupan. Maka, pertahankanlah!”, Kalimantan Review No.40, Th.VII, Desember 1999, hlm 16-17. 12 Bambang Hendarta Suta Purwana, Tantangan Pemberdayaan Masyarakat Adat di Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat. (Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment Yogyakarta dan Komisi Eropa, 2005), hlm. 22-23; Dewi, Op.cit., hlm. 258259.
43
“Tamu Diberi Makan, Melayu Diberi Beras”: Tradisi Penyajian Makanan Pada Masyarakat Dayak (Bambang HSP)
rumah betang, bangunan rumah tempat tamu dari kerabat jauh yang berkunjung tinggal secara kolektif warga masyarakat maupun tamu lainnya. Setiap aktivitas Dayak pada masa lalu. Gambaran tentang petemuan kolektif orang Dayak di rumah masyarakat Dayak sebagai satu kesatuan betang selalu disertai dengan aktivitas genealogis, sosial dan politik tercermin perjamuan makan. dalam kompleks pemukiman yang terdiri Kehidupan kolektif orang Dayak yang dari satu atau beberapa rumah betang. memiliki matapencaharian sebagai peladang Rumah betang ini tidak hanya bernilai secara berpindah (slash and burn cultivation) dan material sebagai tempat tinggal warga peramu, menjunjung tinggi solidaritas sosial masyarakat Dayak yang memiliki fungsi sebagai dasar dari bangunan sistem sosial perlindungan dari panas matahari, siraman mereka. Kerjasama dalam membuka ladang, air hujan dan kondisi-kondisi tidak nyaman menanam serta memanen padi dan jagung lainnya dari pengaruh cuaca. Akan tetapi dilakukan secara berkelompok. Sebelum rumah betang juga memiliki makna sosiomelakukan aktivitas bersama di ladang, kultural yang sangat penting dalam tata biasanya diawali dengan penyelenggaraan kehidupan sosial masyarakat Dayak. Pada ritual untuk memohon kepada Jubata untuk masa lalu, kultur dan struktur sosial keselamatan seluruh orang yang ikut dalam masyarakat Dayak dapat dipahami dari aktivitas peladangan tersebut. Dalam setiap sistem relasi sosial warga penghuni rumah ritual religi orang Dayak selalu ada betang. Penghuni rumah betang merupakan persembahan hewan kurban seperti babi, kesatuan sosial yang terbentuk karena faktor ayam atau minimal telor ayam. Setiap hari genealogis, terikat oleh hubungan kekerabatselama masih berlangsung aktivitas an. Beberapa komunitas rumah betang perladangan ini selalu disertai dengan tersusun menjadi satu struktur sosial aktivitas makan bersama yang disediakan komunitas orang Dayak yang memiliki satu oleh keluarga peladang. sistem sosial tersendiri yang dipimpin oleh seorang timanggung dan memiliki wilayah B.  Orang Melayu di Kalimantan Barat teritorial berupa area pemukiman, tempat Keberadaan orang Melayu di Kalikeramat, ladang dan hutan primer maupun mantan Barat berawal dari kedatangan para sekunder. Suatu sistem sosial komunitas pedagang Muslim dan penyebar agama dari Dayak yang dipimpin seorang timanggung Jawa, Sumatera dan wilayah lain dari juga merupakan satu kesatuan wilayah Kalimantan maupun luar Kalimantan. hukum adat. Pada masa lalu wilayah tersebut Komunitas orang Muslim ini bertambah merupakan suatu daerah otonom yakni ketika datang para pelaut, pedagang dan memiliki sistem pemerintahan adat dan pengembara seperti orang Arab, Bugis dan menguasai sumberdaya alam sebagai Melayu yang mulai menetap di Kalimantan penyangga basis material kehidupan Barat pada abad ke-enambelas dan keperekonomian masyarakat Dayak. Di dalam tujuhbelas memperkenalkan sistem pemerinteras memanjang di depan pintu bilik setiap tahan kerajaan. Kemudian terjadi proses keluarga batih, merupakan ruang publik yang konversi agama, penduduk asli yang dimanfaatkan oleh seluruh warga penghuni mengadopsi Islam sebagai way of life. rumah betang untuk bercengkerama. Selain Mereka menetap di kampung-kampung itu ruang publik tersebut juga dipergunakan sepanjang sungai utama dan mengiuntuk musyawarah membicarakan semua dentifikasi diri sebagai orang Melayu, proses permasalahan penting yang terkait dengan ini di Kalimantan Barat disebut masuk kehidupan mereka sebagai satu komunitas Melayu. Mayoritas orang Melayu di hulu dan tempat menyelenggarakan berbagai sungai besar Kalimantan Barat merupakan ritual daur hidup orang Dayak. Di tempat ini orang Dayak yang berganti agama menjadi juga setiap keluarga orang Dayak menerima 
44
Jantra Vol. 9, No. 1, Juni 2014 ISSN 1907 - 9605
13 Melayu, terjadi pergantian agama bagi orang Muslim. Sekitar 90 persen orang Melayu 14 Dayak dan Cina. Orang Cina dan Dayak yang adalah keturunan orang Dayak. Pada sisi berganti agama dengan memeluk Islam lain, melalui proses Melayunisasi orang sebagai agamanya yang baru sering disebut Dayak yang masuk Islam maka suku Melayu masuk Melayu. Kategorisasi seperti ini dapat memiliki kapasistas sebagai 'pribumi secara umum terjadi di wilayah pesisir asli' yang sama kedudukannya dengan orang 15 Kalimantan Barat. Yusriadi dengan mengutip Dayak. temuan Sutini Ibrahim, menyatakan untuk Proses konversi agama dari non-Muslim beberapa wilayah pedalaman seperti wilayah menjadi Muslim di Kalimantan Barat Kabupaten Sanggau, Sintang dan Kapuas terdapat dua model. Pertama adalah proses di Hulu biasa digunakan istilah Senganan bagi mana mereka yang masuk Islam karena orang-orang Dayak yang berubah agama 17 orang tuanya menjadi Islam atau di-Islammenjadi Islam. Di wilayah Kabupaten kan. Model kedua, mereka yang masuk Islam Ketapang, dipergunakan istilah Sangonan, karena perkawinan. Proses ini biasanya Menyagaq dan Nyaga untuk menyebut orang terjadi karena faktor pertemuan di tempat 18 Dayak yang beragama Islam. Sebagai tanda kerja, di perusahaan tempat bekerja, atau mereka menjadi Senganan adalah mereka ketika masa-masa sekolah lanjutan di mana harus mengucapkan dua kalimat syahadat, seorang individu Dayak biasanya meninggaltidak makan babi, tidak minum tuak serta kan kampung halaman dan pergi ke kota menikah dan meninggal dengan cara Islam. kecamatan atau kabupaten untuk Oleh karena pengetahuan mereka tentang melanjutkan pendidikan. Di kota ini individu ajaran agama Islam sangat sedikit maka Dayak tersebut bertemu dengan calon sangat banyak kepercayaan dan upacara 16 pasangan hidupnya yang beragama Islam. sebelum Islam yang masih mereka lakukan. Praktek keberagamaan mereka yang seperti Secara umum pengertian tentang 19ini sering disebut Islam Burung.Melayu ada dua yakni Melayu sebagai kelompok genealogis keturunan orang Dalam kategori terakhir ini, masyarakat Melayu dari luar Kalimantan dan Melayu mengakui adanya hibriditas identitas yang sebagai media identifikasi atau sarana memadukan antara identitas Dayak dan pengelompokan bagi orang-orang yang Islam. Orang-orang yang termasuk dalam bukan Melayu namun kemudian dimasukkan kategori Senganan adalah mereka yang dalam kategori Melayu. Pengertian Melayu secara sosial masih terikat dengan jaringan sebagai sarana identifikasi yang cenderung kekerabatan dengan orang Dayak, namun di meluas ini terjadi ketika konsepsi tentang kesisi lain mereka berusaha membangun tradisi Melayu-an dihubungkan dengan Islam. keagamaan yang baru yakni Islam dan mulai Dalam pengertian ini berlaku dalam mengembangkan jaringan hubungan sosial fenomena orang Dayak dan Cina yang yang lebih luas dengan masyarakat Melayu. berganti agama dengan memilih Islam Orang Dayak beragama Islam yang disebut sebagai agamanya yang baru. Biasanya Senganan tersebut masih memiliki ciri-ciri melalui proses perkawinan dengan orang 
13
Jamie S. Davidson, From Rebellion to Riots: Collective Violence on Indonesian Borneo. (Singapore: NUS Press, 2009), hlm. 24. 
14
Bernard J.L. Sellato, Hornbill and Dragon. (Jakarta: Elf Aguitane Indonesie Elf Aguitane Malaysia, 1986), hlm. 58. 
15
Hasanuddin, dkk., Op.cit., hlm. 37-38.
16
F. Alkap Pasti, “Dayak Islam di Kalimantan Barat: Masa Lalu dan Identitas Kini”, dalam Budi Susanto (Editor), Identitas dan Postkolonialitas di Indonesia. (Yogyakarta: Lembaga Studi Realino dan Penerbit Kanisius, 2003), hlm. 127. 17 Yusriadi, “Fenomena Masuk Islam di Pedalaman Kalbar: Menyusuri Etimologi Lubuk Melayu,” Khatulistiwa Jounal of Islamic Studies. Vol.1, No.2, Maret 2002. (Pontianak: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak, 2002), hlm. 5. 18 Thomas Tion, “Dayak Islam: Melayu?” Kalimantan Review Edisi Khusus No.III. (Pontianak: Institut Dayakologi, 2003), hlm. 3132. 19 Hermansyah, “Pemurnian Islam di Pedalaman Kalimantan (Biografi H. Ahmad H. Abu Bakar),” Khatulistiwa Jounal of Islamic Studies Edisi Khusus, Juni 2005. (Pontianak: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak, 2005), hlm. 10.
45
“Tamu Diberi Makan, Melayu Diberi Beras”: Tradisi Penyajian Makanan Pada Masyarakat Dayak (Bambang HSP)
penting masyarakat Dayak seperti yang wilayah Kerajaan Landak berada di ibukota diuraikan oleh Masri Singarimbun yakni Kabupaten Landak terdapat cerita rakyat mereka bertempat tinggal di pedalaman, di tentang dua orang kembar saudara kandung tepi dan lembah-lembah sungai, melakukan yakni Lutih Dolkasim dan Kari Dolkahar, praktek pertanian berladang dan memiliki anak Raja Riya Sinir dan Dara Hitam. 20 Kemudian Lutih Dolkasim menurunkan unsur kepercayaan tradisional. Salah satu orang Dayak dan Kari Dolkahar menurunkan komunitas orang Melayu di pedalaman 23Kalimantan Barat yaitu komunitas orang orang Melayu di wilayah Kerajaan Landak. Embau di Kabupaten Kapuas Hulu, mereka Tradisi lisan tentang persaudaraan orang memadukan tradisi religi asli dengan Islam. Dayak dan orang Melayu di Sambas dimulai Fenomena ini dapat dilihat dari mantradari cerita tentang keberadaan Kerajaan mantra atau doa-doa tolak bala orang Urang Kibanaran (kerajaan makhluk halus). 21 Embau. Praktek keagamaan sebagian orang Orang Melayu yang pertama kali kawin Melayu di pedalaman Kalimantan Barat dengan Urang Kibanaran bernama Syammemiliki keterkaitan dengan kepercayaan sudin (laki-laki) dan orang kedua yang pra-Islam. Mereka masih mempertahankan menikah dengan Urang Kibanaran adalah tradisi animisme, misalnya upacara buangSaribas, laki-laki Dayak. Karena sesama buang dan ancak. Sesajian yang diberikan manusia, Syam (panggilan akrab Syamdalam upacara buang-buang terdiri dari sudin) dan Saribas bersahabat. Melihat Syam sekepal nasi putih, rokok daun nipah, bertih bertingkah demikian, istrinya tidak senang dan telur. Buang-buang dilakukan di sungai, dan tidak mau menampakkan dirinya lagi dengan cara menghanyutkannya dalam kepada manusia. Akhirnya Syam terus tempurung kelapa. Sedangkan ancak mengikuti kemana pun Saribas pergi. Dalam dilakukan dengan cara memasukkan sajian suatu perjalanan setibanya di simpang tiga tersebut ke dalam keranjang yang dibuat dari Sungai Tibarau, sekarang disebut Muare perupuk atau sejenis daun pandan dan Ulakan, Syam dan Saribas berjanji berdigantungkan di bawah pohon yang besar, sahabat dan tidak saling menipu sesamanya biasanya di bawah pohon ara atau beringin. dan sama rata, serta tidak boleh ada Kedua upacara ini dilakukan untuk mempertikaian antara suku Melayu (Urang Laut) pengaruhi kekuatan gaib dengan cara dan Dayak (Urang Darat). Mereka memberi persembahan berupa makanan agar membuang batu ke sungai dan berjanji: “Jika kekuatan tersebut tidak menganggu ketimbul batu ini, barulah kame Urang Dayak tenteraman hidup keluarga dan pelaku melawan Urang Laut”. Tempat batu tersebut 22 upacara. dibuang membentuk pusaran air yang disebut ulakan. Sejak saat itulah Syam dan Saribas C. Relasi Sosial Antara Orang Dayak menjadi sahabat sejati. Kata Sambas diambil Dengan Orang Melayu 24dari Sam (Syamsudin) dan Bas (Saribas). Hampir di setiap wilayah kerajaan Substansi tradisi lisan ini menegaskan Melayu di Kalimantan Barat berkembang tentang persahabat orang Dayak dan orang tradisi lisan yang menceritakan bahwa nenek Melayu. Filosofi persahabatan ini sampai moyang orang Melayu dan orang Dayak itu saat sekarang masih berlaku dalam pola bersaudara atau memiliki hubungan darah interaksi sosial antara orang Melayu dengan dari satu nenek moyang yang sama. Di orang Dayak. Masing-masing pihak me
20
Singarimbun, Op.cit., hlm. 54.
21
Yusriadi dan Hermansyah, Orang Embau: Potret Masyarakat Pedalaman Kalimantan. (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 
2003).
22
Hermansyah, “Islam dan Budaya Lokal (Islamisasi Budaya Masyarakat Pedalaman Kalimantan Barat),” dalam Yusriadi dan Patmawati (Editor), Dakwah Islam di Kalimantan Barat. (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2006), hlm. 7. 23 Tion, Op.cit., hlm. 35. 24 Edi Petebang dan Eri Sutrisno, Konflik Etnis di Sambas. (Institut Studi Arus Informasi, 2000), hlm. 176.
46
Jantra Vol. 9, No. 1, Juni 2014 ISSN 1907 - 9605
25 III. TRADISI MENJAMU MAKAN nyadari adanya cultural boundary. Dalam DAN MINUM PADA perkampungan yang penduduknya dominan MASYARAKAT DAYAKorang Dayak maka orang Melayu di tempat tersebut akan mematuhi adat istiadat dan A.  Jamuan Makan : Upaya Menjaga hukum adat orang Dayak. Keseimbangan dan Keselarasan Hubungan SosialPer gantian agama non-Islam menjadi Islam dan pergantian identitas dari Dayak Orang Dayak dalam menjalin hubungan menjadi Melayu atau Senganan tidak berarti sosial dengan sesama manusia maupun terjadi segregasi sosial antara orang Dayak hubungannya dengan alam dan makhluk dan orang Melayu atau Senganan. Hasil hidup lainnya dilandasi oleh falsafah untuk penelitian F. Alkap Pasti yang berjudul selalu menjaga keseimbangan dan keselaras“Dayak Islam di Kalimantan Barat: Masa an. Terhadap pihak yang memiliki potensi Lalu dan Identitas Kini” menggambarkan mengganggu dan menimbulkan ancaman suasana damai dan tidak begitu bermasalah seperti roh-roh jahat, hantu dan setan, orang bagi keluarga orang Dayak ketika salah satu Dayak akan selalu mengupayakan adanya anggota keluarganya memutuskan berganti hubungan yang seimbang dan selaras dengan agama menjadi Muslim dan menjadi 'orang cara memberikan berbagai persembahan Melayu' baik karena dorongan pribadi untuk kepada penghuni alam dengan berbagai ritual berganti agama atau karena alasan yang mereka adakan. Orang Dayak percaya perkawinan dengan orang Islam. Salah satu jika seluruh penghuni alam diperlakukan contohnya tentang Eika seorang gadis Dayak secara adil dan proposional, maka harmoni dari pedalaman Kabupaten Ketapang yang akan tercipta dan umat manusia dapat hidup menikah dengan pemuda Jawa beragama dengan aman dan damai. Sikap terhadap Islam. Mereka menikah secara agama Islam tamu juga dapat dipandang sebagai dan mereka hidup di kampung halaman Eika. pengejawantahan falsafah ini. Tradisi yang Eika dan suaminya melakukan kegiatan berlaku dalam semua subsuku Dayak, setiap sehari-hari dengan orang kampungnya, tamu yang hadir di rumah atau dalam suatu dengan gaya dan pola yang hampir sama, upacara adat maupun pesta selalu serta berbicara dengan bahasa Dayak diperlakukan secara istimewa dan dengan setempat. Suami Eika juga melakukan hal cara terbaik. Pepatah yang terkenal di yang sama seperti dilakukan orang kampung kalangan komunitas Dayak Bekati di pada umumnya. Banyak contoh-contoh lain Kabupaten Ketapang yang menyatakan yang diungkapkan oleh Alkap Pasti tentang “Temuai umbai makan, Menyagaq dumani kisah orang Dayak baik laki-laki maupun baras” yang artinya “Sesama orang Dayak perempuan yang berganti agama menjadi diajak makan, saudara bukan Dayak diberi Islam namun mereka tetap merasa dirinya beras”, merefleksikan sikap bersahabat sebagai orang Dayak dan keluarga besarnya terhadap semua orang secara proposional. tetap menerima mereka sebagai bagian dari Orang Dayak percaya jika seluruh penghuni kerabatnya serta mereka terlibat dari alam diperlakukan secara adil dan 26 berbagai aktivitas keluarga besar tersebut. proposional, maka harmoni akan tercipta dan umat manusia dapat hidup dengan aman dan damai. Sikap terhadap tamu juga dipandang 27sebagai pengejawantahan falsafah ini.
The Dayak people believe if all the dwellers of the nature are trated fairly and proportionally, the harmony will be 
25
Pengertian tentang cultural boundary, lihat Irwan Abdullah, Konstruksi dan reproduksi Kebudyaan. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 22. 26 Pasti, Op.cit., hlm. 105 141. 27 Hermansyah, 2011, Op.cit., hlm. 252.
47
“Tamu Diberi Makan, Melayu Diberi Beras”: Tradisi Penyajian Makanan Pada Masyarakat Dayak (Bambang HSP)
created and human will live in peace and Jamuan makan sebagai simbol relasi secure. The attitude toward the guests sosial antarwarga masyarakat yang harmonis also the practice of this friendship sangat disadari secara luas oleh warga philosophy. In the all the Dayak masyarakat di Kalimantan Barat. Ada subgr oups --guestfrom any backgrounds pantangan yang berlaku luas baik di kota ar e always treated privilege with the best service. The saying know in Dayak maupun daerah pedalaman Kalimantan Ketapang communities says “Temuai Barat, seseorang dilarang menolak secara umbai makan, manyagaq dumani tegas makanan atau minuman yang baras” which means “The same Dayak disuguhkan kepadanya. Menolak tawaran communities ar e invited to eat, the other non-Dayak are served with rice”. This makanan dan minuman dari saudara, teman reflects friendly attitude toward all atau kenalan secara tegas dianggap tidak people in correct and appropriate 28 sopan dan dianggap tidak menghargai pr opotion. kebaikan hati orang yang menyajikan Pepatah yang sama sering diucapkan makanan atau minuman serta dipercaya akan orang Dayak adalah “Tamu diberi makan, mendatangkan kempunan yakni segala hal Melayu diberi beras”. Orang Dayak apabila yang menyebabkan sial atau celaka. Bagi menerima tamu orang Melayu biasanya akan masyarakat Dayak Ribun di Kecamatan menyuguhkan beras mentah beserta peralat- Parindu, Kabupaten Sanggau, ada semacam an masak yang tidak pernah dipakai oleh keyakinan bahwa seseorang akan mendapat orang Dayak sendiri karena menghormati malapetaka, sial, atau celaka apabila keyakinan keagamaan orang Melayu. Orang seseorang tidak mau, lupa, atau tidak sempat Dayak memahami bahwa orang Melayu mencicipi makanan atau minuman yang 29merasa keberatan memakan hidangan yang disuguhkan orang lain kepadanya. Untuk dimasak oleh orang Dayak karena khawatir menghindari terjadinya kempunan tersebut, hidangan makanan tersebut terkontaminasi ada tradisi yang disebut dalam berbagai unsur-unsur dari lemak atau daging babi. istilah bahasa lokal sub-sub suku Dayak dan Filosofi persahabatan ini menggambarkan Melayu yakni pusik, pusik-malik, pusak, adanya rasa saling menghormati perbedaan ncecah, njamah, capalit, melepus dan 30budaya dan sekaligus mengembangkan rasa melopus. Tradisi tersebut adalah kewajiban saling percaya antara orang Dayak dengan untuk mencolek atau menyentuh makanan orang Melayu atau orang lain yang berbeda dan minuman dengan ujung jari telunjuk latar belakang budayanya.Tokoh-tokoh tangan kanan kemudian sedikit makanan atau masyarakat Dayak di kampung yang sering minuman yang melekat di ujung jari telunjuk banyak dikunjungi tamu dari berbagai tersebut dioleskan di bibirnya sambil kalangan. Oleh karena itu, mereka biasanya berkata, ”Terimakasih.” Dengan cara begitu, menyediakan satu perangkat alat masak dan orang yang menyajikan makanan atau wadah-wadah khusus untuk penyajian minuman merasa dihargai meskipun makanan dan minuman bagi para tamu yang makanan atau minuman yang disajikan tidak 31beragama Islam. Orang Dayak sebagai tuan dikonsumsi oleh tamunya. Nilai moral yang rumah kadang memberi tamu yang beragama terkandung dalam kempunan adalah agar Islam seekor ayam hidup dan pisau untuk setiap orang saling menghargai, menyembelih serta memasak sendiri, karena menghormati dan tidak menghina makanan orang Islam tidak mau memakan daging dari atau minuman apapun yang disuguhkan oleh binatang yang disembelih oleh orang non- 32 orang lain. Muslim. 
28
Bamba, Op.cit., hlm. 17.
29
Natalis, Op.cit., hlm. 37.
30
Terimakasih atas saran Benedikta Juliatri Widi Wulandari dari BPNB Pontianak.
31
Hermansyah menjelaskan tentang kepercayaan terhadap kempunan dan tradisi menjamah makanan atau minuman dengan ujung jari kemudian menyapukan sedikit makanan atau minuman yang menempel pada jari ke mulut pada komunitas-komunitas orang Dayak dan Melayu di Kabupaten Kapuas Hulu. Hermansyah, 2006, Op.cit., hlm. 7-8. 32 Natalis, Op.cit., hlm. 38.
B. “Orang Dayak Diberi Tuak, Orang Landak. Maksud pepatah ini adalah selama Melayu Diberi Sprite” : Tradisi hidup manusia senantiasa diatur oleh adat, Jamuan Makan dan Minum Dalam setelah mati terkubur dalam tanah. Ritual Adat Dayak Masyarakat Dayak sering disebut masyarakat adat, karena mereka memiliki nilaiStruktur sosial komunitas orang Dayak nilai budaya, norma-norma, pola perilaku pada masa lampau dapat dipahami dari yang sering disebut adat istiadat warisan keberadaan komunitas genealogis berupa nenek moyang. Mereka juga memiliki keluarga luas yang terbentuk dari hubungan sejarah yang panjang dan wilayah teritorial kekerabatan bilateral di satu atau beberapa yang secara historis merupakan tempat asal rumah betang atau rumah panjang. Antara usulnya. Adat istiadat, hukum adat dan satu rumah betang dengan rumah betang upacara-upacara keagamaan yang menyatu yang lain berada dalam satu teritorial adat. dengan adat merupakan salah satu ciri Mereka terikat pada satu pranata adat yaitu penting masyarakat Dayak. Ritual adat hukum adat dan adat istiadat yang sama serta dilaksanakan terkait dengan tahap-tahap secara kolektif menguasai satu kawasan kehidupan manusia atau life cycle orang tanah adat, biasanya disebut binua. Warga Dayak seperti ritual yang berkaitan dengan satu binua terbentuk oleh hubungan kelahiran, pernikahan dan kematian genealogis, satu pranata adat dan memiliki seseorang. Dalam tradisi berladang juga 33 kesadaran akan wilayah adat mereka. tidak dapat dilepaskan dari ritual adat seperti Ngawah atau Nabo' Panyugu pada komuni-Pada saat ini, sebagian besar rumah tas orang Dayak Kanayatn. Ritual ini panjang sudah dihancurkan pada masa Orde dilaksanakan dengan maksud untuk Baru yakni pada tahun 1970-an oleh karena berkomunikasi dengan Ne' Patampa atau hidup di rumah panjang dianggap menyeSang Penguasa Tanah dan roh leluhur, bahwa rupai cara komunis, berbahaya bagi warga masyarakat akan memulai tahap kesehatan dan tidak bermoral karena perladangan yang baru dan memohon berkat melakukan seks bebas. Hanya orang Dayak kesuburan untuk semua benih yang akan Iban di Kecamatan Batang Lupar dan Lanjak, ditanam di ladang. Selain itu, juga ada Kabupaten Kapuas Hulu, hampir semuanya beberapa ritual adat lainnya yang berkaitan tinggal di rumah panjang yang mereka sebut 34 dengan berladang seperti ritual adat pada saat rumah panjae. Stigmasi negatif tentang akan menugal di ladang dan mengusir hama kehidupan sosial-budaya orang Dayak di tanaman. Ritual adat dalam aktivitas rumah panjang tersebut sangat jauh dari berladang ini biasanya hanya diikuti oleh kebenaran, karena tidak pernah ada hasil keluarga batih yang memiliki tanah ladang penelitian yang dapat membuktikan tuduhan dan beberapa orang dari keluarga luas negatif tersebut. mereka yang ikut bekerja gotong-royong. Meskipun pada saat ini sebagian besar Dalam ritual ini biasanya ada persembahan orang Dayak sudah tinggal menetap di rumah berupa penempatan sesaji dalam ancak di tunggal, namun kesatuan sosial-budaya yang salah satu sudut dari ladang tersebut. Setelah disebut binua tersebut masih tetap ada. Oleh itu, mereka makan bersama-sama dengan karena setiap binua yang dipimpin temang- sajian makanan berupa lemang atau makanan gung masih menjaga hukum adat, adat khas yang terbuat dari beras pulut yang istiadat dan ritual adat mereka. “Hidup dimasak dengan cara dibakar dalam bambu dikandung adat, mati dikandung tanah”, dan lauk-pauk lainnya serta minum tuak. adalah pepatah yang terkenal pada Tuak merupakan minuman tradisional khas masyarakat Dayak Kanayatn di Kabupaten 
48
Jantra Vol. 9, No. 1, Juni 2014 ISSN 1907 - 9605
33
Mudiyono, “Perubahan Struktur Pedesaan Masyarakat Dayak: Dari Rumah Panjang ke Rumah Tunggal,” dalam Paulus Florus; Stepanus Djuweng; John Bamba; Nico Andasputra (Editor), Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi. (Jakarta: LP3ES Institute of Dayakology Research and Development Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1994), hlm. 212-213. 34 Herman Ivo, “Gawai Dayak dan Fanatisme Rumah Panjang sebagai Penelusuran Identitas,” Humaniora. Volume XIII, No.3 / 2001. (Yogyakarta: Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, 2001), hlm. 295.
masyarakat Dayak dibuat dari beras ketan terikat oleh hubungan kekerabatan dan atau beras pulut yang dipermentasi. Apabila norma-norma sosial yang sama. Sanak ada orang Islam atau kebetulan salah satu dari saudara yang tinggal jauh di perantauan pun anggota keluarga luas tersebut beragama berusaha untuk pulang ke kampung Islam maka ia dapat menyesuaikan diri halamannya apabila ada kerabatnya yang dengan memilih lauk-pauk yang sesuai menyelenggarakan pesta pernikahan anakdengan keyakinan agamanya. nya. Gawai yang cukup besar seperti ini biasa berlaku untuk keluarga-keluarga orang Dalam berbagai upacara adat yang Dayak yang terpandang seperti pengurus diselenggarakan di kampung-kampung adat dan tokoh masyarakat lainnya. orang Dayak, apabila ada orang Melayu yang Kemeriahan pesta pernikahan orang Dayak mengikuti jalannya ritual adat tersebut juga ini bisa berlangsung selama tiga hari dengan dihormati keyakinan agama Islamnya. menyembelih beberapa ekor babi serta ayam Partisipasi orang Melayu dalam ritual adat untuk persiapan lauk-pauk dalam jamuan atau religi orang Dayak biasanya karena ada pesta pernikahan ini. hubungan kekerabatan seperti hubungan perkawinan. Sebagai contoh, Yanti seorang Setelah para tamu yang hadir bertemu perempuan Dayak Kayong dari Kabupaten dengan tuan rumah dan mengucapkan Ketapang yang menikah dengan seorang selamat atas pesta pernikahan itu, kemudian guru Sekolah Menengah Pertama. Setelah dipersilakan untuk mengambil dan menikmenikah Yanti mengikuti agama suaminya mati berbagai aneka makanan yang tersaji. menjadi seorang Muslimah. Suami Yanti Berbagai makanan khas masyarakat Dayak juga ikut terlibat dalam berbagai kegiatan disajikan dalam perjamuan pesta ini antara adat yang diadakan keluarga Yanti. Namun lain lemang, pansoh, dan berbagai macam menurut penuturan Yanti, “Kalau yang lain kue tradisional seperti kue tumpi, lepat, minum tuak atau arak, suami saya disuguhi jimut, dan lulun. Lemang merupakan salah sprite”. Dalam kerangka hubungan sosial satu makanan khas warga komunitas Dayak yang saling menghargai perbedaan etnis dan maupun Melayu. Lemang dibuat dari bahan agama, termasuk perhargaan dari masyarakat dasar beras ketan atau beras pulut yang Dayak non-Muslim terhadap pihak orang dimasak dalam seruas bambu yang pada Muslim yang ikut upacara adat akan berlaku bagian dalam dilapisi daun pisang dan diberi semboyan “yang Dayak diberi tuak semen- air santan. Cara memasak lemang adalah 35 dengan menata secara berjajar vertikal tara yang Muslim diberi sprite”. beberapa ruas bambu, kemudian dibakar C. Tradisi Jamuan Makan Dalam Gawai selama kurang-lebih lima jam. Lemang Pernikahan biasanya disajikan dalam pesta-pesta adat orang Dayak maupun pesta hari raya Upacara pernikahan bagi orang Dayak keagamaan orang Melayu di Kalimantan biasanya merupakan gawai atau perhelatan Barat. Salah satu lauk yang biasa disajikan upacara yang terbesar dibandingkan dengan adalah pansoh atau masakan daging babi upacara-upacara terkait dengan tahap-tahap yang diolah dengan cara dibakar dalam ruas kehidupan manusia lainnya. Dalam gawai bambu setelah diberi ramuan bumbu masak. pernikahan ini biasanya orang Dayak Selain itu juga dihidangkan kue tradisional melibatkan seluruh anggota keluar ga luasnya khas masyarakat Dayak seperti tumpi yang untuk membantu penyelenggaraannya. Hal terbuat dari bahan tepung. Kue tumpi ini ini dikarenakan tamu yang datang meliputi dikenal luas pada masyarakat Dayak seluruh keluar ga yang tinggal dalam Kanayatn yang ada di wilayah Kabupaten kesatuan wilayah adat yang disebut binua. Landak, Pontianak dan Kubu Raya karena Pesta pernikahan bagi orang Dayak juga kue tumpi biasanya juga dibuat untuk bahan bermakna merayakan kebersamaan mereka sesajian di ancak yang digantung di pohon-sebagai satu kelompok genealogis yang 
35
Pasti, Op.cit., hlm. 132 dan 140.
“Tamu Diberi Makan, Melayu Diberi Beras”: Tradisi Penyajian Makanan Pada Masyarakat Dayak (Bambang HSP)
49
pohon besar yang dikeramatkan warga daerah pedalaman Kali-mantan Barat yang setempat. Kue lepat terbuat dari tepung beras sering terjadi adalah tuan rumah dan didalam tepung diberi irisan buah pisang penyelenggara pesta pernikahan meminta kemudian dibungkus dengan daun pisang tolong kepada keluarga guru Sekolah Dasar dan dimasak dengan cara dikukus. Jimut atau Sekolah Menengah Pertama yang ada di merupakan kue khas bagi komunitas orang desanya untuk membantu memasak makanan Dayak Mualang di Kabupaten Sekadau, kue yang halal bagi orang Islam. Ini dikarenakan ini terbuat dari tepung beras berbentuk bulat kebanyak-an para guru di pedalaman berasal seperti bola golf. Sedangkan kue lulun mirip dari ibukota kabupaten dan propinsi yang dengan kue lepat namun didalam kue beragama Islam. Ruang makan untuk para tersebut berisi cairan kental gula merah. tamu yang beragama Islam ini juga dijaga Selain itu juga disajikan berbagai buah- oleh panitia pesta pernikahan yang beragama buahan dan minuman. Islam. Para tamu warga masyarakat Melayu juga menjaga adat sopan-santun dalam Dalam acara jamuan makan pada pesta menghadapi tawaran sajian makanan. Orang pernikahan ini juga berlaku kepercayaan Melayu juga percaya dengan adat kempunan, tentang kempunan. Oleh karena makanan dan oleh sebab itulah, para tamu Muslim akan minuman yang disuguhkan dalam suasana mencicipi makanan dan minuman yang pesta adat bisa mengakibatkan kempunan disuguhkan. Apabila ada tamu yang sedang besar. Hal tersebut dapat berakibat fatal bagi berpuasa atau karena alasan lain tidak orang yang melakukannya seperti kematian bersedia mengkonsumsi makanan dan mendadak, digigit ular berbisa, kecelakaan minuman maka ia akan melakukan capalit dalam perjalanan dan bencana alam. Menurut atau menyentuh sajian makanan itu dengan Frater Natalis OFM Cap, orang Dayak Ribun ujung jari kemudian meletakkan jari itu di percaya bahwa dalam setiap makanan dan bibirnya. minuman ada yang menghidupkan yaitu Abae Ponompo atau berarti Kakek Pencipta, Biasanya beberapa makanan khas orang Tuhan yang menciptakan alam semesta. Melayu akan dihidangkan dalam jamuan Perlakuan orang terhadap makanan dan pesta pernikahan ini, lemang juga disajikan minuman diinterpretasikan juga sebagai kepada para tamu yang beragama Islam perlakuan terhadap Abae Ponompo. Perilaku karena lemang menjadi makanan favorit tamu yang tidak sudi mencicipi makanan yang selalu disantap orang Melayu pada saat dianggap menghina tuan rumah sekaligus hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Pada pesta 36 gawai pernikahan di wilayah Kabupaten juga menghina Abae Ponompo. Sintang dan Kabupaten Kapuas Hulu Dalam penyelenggaraan pesta pernikahbiasanya akan disajikan makanan khas an ini juga berlaku pepatah: “Tamu diberi daerah ini yakni kerupok basah. Sedangkan makan, Melayu diberi beras”. Biasanya tuan di wilayah Kalimantan Barat yang dekat rumah akan menyediakan suatu tempat dengan daerah pantai seperti wilayah khusus, seringkali rumah tetangganya yang Kabupaten Sambas, Landak, Pontianak, beragama Islam atau bangunan sementara Kubu Raya dan Ketapang lazim disajikan beratap seng yang khusus menyediakan bubur pedas, sayur asam pedas dan ale-ale. sajian makanan yang halal bagi para tamu Selain itu juga disajikan beberapa makanan beragama Islam. Tuan rumah penyelenggaralain yang menjadi ciri khas masakan kan pesta pernikahan secara khusus meminta tradisional orang Melayu seperti lemper yang tolong kepada keluarga-keluarga orang terbuat dari beras pulut dicampur dengan Melayu yang ada di kampung tersebut untuk daging atau kacang, selain itu ada juga lepat memasak semua hidangan dengan wadah atau makanan yang terbuat dari tepung dan atau peralatan yang khusus dan dihidangkan berisi pisang. Seringkali tuan rumah penyekepada para tamu yang beragama Islam. Di lenggara gawai perkawinan juga menyajikan 
36
Natalis, Op.cit., hlm. 38.
Jantra Vol. 9, No. 1, Juni 2014 ISSN 1907 - 9605
50
lempok durian yang merupakan makanan Dayak yang beragama Islam dapat mengaku khas Kalimantan Barat karena hampir semua dirinya sebagai orang Melayu maupun tetap komunitas subsuku Dayak dan Melayu di sebagai orang Dayak yang beragama Islam Kalimantan Barat memiliki tradisi membuat dan menjadi bagian dari komunitas orang makanan ini. Dayak. Relasi sosial antara warga komunitas etnis Dayak dan Melayu di Kalimantan Barat Dari penyajian berbagai makanan dalam berlangsung dengan wajar dalam berbagai pesta gawai pernikahan orang Dayak aktivitas hidup sehari-hari. terkandung pesan simbolik tentang status sosial dan relasi antarkelompok sosial. Bagi orang Dayak, penyajian makanan Semakin tinggi status sosial tuan rumah dan minuman kepada para tamu merupakan penyelenggara gawai pernikahan maka simbol relasi sosial yakni melalui aktivitas semakin luas pula relasi sosial yang berhasil makan dan minum bersama berarti mereka dibangun, kedua hal ini biasanya tercermin menjalin persaudaraan atau pertemanan serta pada banyaknya jenis dan kuantitas makanan membangun hubungan sosial yang saling yang disajikan untuk para tamu. Makanan menghormati identitas dan martabat semua juga merefleksikan dan mensimbolisasi orang. Jenis makanan dan minuman yang relasi sosial dan identitas sosial, melalui disajikan oleh orang Dayak terhadap orang makanan dapat dipererat dan diperkuat relasi Melayu juga merupakan simbol yang mesosial yang ada serta meneguhkan identitas negaskan cultural boundary masing-masing sosial yang telah ada. Dari jenis makanan pihak, memperhatikan apa yang dimakan dan yang dikonsumsi, tergambar siapa saja dari diminum dalam konteks hubungan orang para tamu yang termasuk kategori “sesama Dayak dengan orang Melayu akan diketahui Dayak” dan siapa saja yang termasuk identitas budayanya. Melalui pranata sosial 37 yang mengatur adat sopan-santun dalam kategori “saudara bukan Dayak”. penyajian makanan dan tata cara mensikapi makanan ini relasi sosial antara warga IV. PENUTUP komunitas etnis Dayak dengan Melayu dapat berlangsung dengan harmonis. Tradisi orang Realitas perbedaan agama antara orang Dayak dalam mengolah dan menyajikan Dayak dan orang Melayu di Kalimantan makanan maupun minuman kepada orang Barat tidak menimbulkan segregasi sosial Melayu menunjukkan bahwa orang Dayak yang memisahkan dua komunitas etnis memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap tersebut secara tegas. Konsepsi identitas perbedaan pola perilaku dan keyakinan orang Dayak dan Melayu di Kalimantan agama. Barat dalam banyak kasus bersifat cair, orang 
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, I., 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudyaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Arman, Syamsuni, 1994. “Analisa Budaya Manusia Dayak,” Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi. Jakarta, Kerjasama LP3ES Institute of Dayakology Research and Development dengan Gramedia. Bamba, John, 2004. “War or Headhunting? Violence Phenomena in West Kalimantan,” Dayakology. Vol. I No. 1 January. Pontianak: Institut Dayakologi, hlm 9-28. Charles, Nickie dan Marion Kerr, 1998. Women, Food and Families. Manchester and New York: Manchester University Press.
“Tamu Diberi Makan, Melayu Diberi Beras”: Tradisi Penyajian Makanan Pada Masyarakat Dayak (Bambang HSP)
51
37
Bandingkan dengan pendapat Charles dan Kerr, “…They have long been aware that food carries messages about social status and the relations between people. Food reflects and symbolizes social relations, it has a part to play in cementing and reinforcing social relations and can be a powerful means of inclusion in or exclusion from social groups.” Nickie Charles dan Marion Kerr, Women, Food and Families. (Manchester and New York: Manchester University Press, 1998), hlm. 4.
Davidson, Jamie S., 2009. From Rebellion to Riots: Collective Violence on Indonesian Borneo. Singapore: NUS Press. Dewi, Oetami, 2006. Resistensi Petani Terhadap Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Kasus Perlawanan Petani Terhadap Perkebunan Kelapa Sawit PTPN XIII (Persero) PIR V Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat). Depok: Universitas Indonesia (Disertasi tidak diterbitkan). Djuweng, Stepanus, 1997. “Dayak Kanayatn, Kelompok Besar Yang Hampir Terlupakan,” dalam Nico Andasputra dan Vincentius Julipin (Editor), Mencermati Dayak Kanayatn. Pontianak: Institute of Dayakology Research and Development. Hasanuddin, dkk., 2000. Pontianak 1771-1900: Suatu Tinjauan Sejarah Sosial Ekonomi. Pontianak: Romeo Grafika. Hermansyah, 2005. “Pemurnian Islam di Pedalaman Kalimantan (Biografi H. Ahmad H. Abu Bakar)”, Khatulistiwa Jounal of Islamic Studies, Edisi Khusus, Juni 2005. Pontianak : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak. Hermansyah, 2006. “Islam dan Budaya Lokal (Islamisasi Budaya Masyarakat Pedalaman Kalimantan Barat),” dalam Yusriadi dan Patmawati (Editor), Dakwah Islam di Kalimantan Barat. Pontianak: Stain Pontianak Press. Hermansyah, 2011. “Keterangan Ahli Berkenan dengan Permohonan Pengujian UndangUndang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, 26 Mei 2011,” dalam Wahyu Wagiman dan Widiyanto (Editor), Undang-Undang Perkebunan, Wajah Baru Agrarian Wet: Dasar dan Alasan Pembatalan Pasal-pasal Kriminalisasi oleh Mahkamah Konstitusi. Jakarta: Elsham Sawit Watch Pilnet. Ivo, Herman, 2001. “Gawai Dayak dan Fanatisme Rumah Panjang sebagai Penelusuran Identitas,” Humaniora Volume XIII, No.3 / 2001. Yogyakarta: Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada. Klinklen, Gerry van, 2007. Perang Kota Kecil: Kekerasan Komunal dan Demokratisasi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Lontaan, J.U., 1975. Sejarah, Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat. Pontianak, Pemda Tingkat I Kalimantan Barat. Masiun,.S, 1999. “Tanah adalah Dayak. Pertahankanlah!: Tanah bagi orang Dayak adalah kehidupan. Maka, pertahankanlah!” Kalimantan Review No.40, Th.VII, Desember. Pontianak: LP3S Institute of Dayakology Research and Development. Mudiyono, 1994. “Perubahan Struktur Pedesaan Masyarakat Dayak: Dari Rumah Panjang ke Rumah Tunggal,” dalam Paulus Florus; Stepanus Djuweng; John Bamba; Nico Andasputra (Editor), Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi. Jakarta: LP3ES Institute of Dayakology Research and Development Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Natalis, 1998. “Nilai Moral Kempunan Suku Dayak Ribun” Kalimantan Review No.2930/Th.VII/Januari-Februari 1998. Pontianak : LP3S Institute of Dayakology Research and Development. Pasti, F. Alkap, 2003. “Dayak Islam di Kalimantan Barat : Masa Lalu dan Identitas Kini,” dalam Budi Susanto (Editor), Identitas dan Postkolonialitas di Indonesia. Yogyakarta: Lembaga Studi Realino dan Penerbit Kanisius. Petebang, Edi dan Eri Sutrisno, 2000. Konflik Etnis di Sambas. Institut Studi Arus Informasi. Purwana, Bambang Hendarta Suta, 2003. Konflik Antarkomunitas Etnis di Sambas 1999: Suatu Tinjauan Sosial Budaya. Pontianak: Romeo Grafika Pontianak. -------------, 2005. Tantangan Pemberdayaan Masyarakat Adat di Kabupaten Landak Propinsi Kalimantan Barat. Yogyakarta: Institute for Research and Empowerment Yogyakarta dan Komisi Eropa.
Jantra Vol. 9, No. 1, Juni 2014 ISSN 1907 - 9605
52
Sellato, Bernard J.L., 1986. Hornbill and Dragon Jakarta: Elf Aguitane Indonesie Elf Aguitane Malaysia. Singarimbun, M., 1994. “Hak Ulayat Masyarakat Dayak,” dalam Paulus Florus; Stepanus Djuweng; John Bamba dan Nico Andasputra (Editor), Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi. Jakarta: P3S Institute of Dayakology Research and Development Gramedia Widiasarana Indonesia. Tion, Thomas, 2003. “Dayak Islam: Melayu?” Kalimantan Review Edisi Khusus No.III. Pontianak: Institut Dayakologi, hlm. 31-37. Veth, P.J., 1854. Borneo's Wester Afdeeling, Geographisch, Statistich, Historisch, vooragegaan door een algemene schets der gangsche eilands. Deel I. Zaltbommel. Yusriadi, 2002. “Fenomena Masuk Islam di Pedalaman Kalbar: Menyusuri Etimologi Lubuk Melayu,” Khatulistiwa Jounal of Islamic Studies Vol.1, No.2, Maret 2002. Pontianak : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pontianak. Yusriadi dan Hermansyah, 2003. Orang Embau: Potret Masyarakat Pedalaman Kalimantan. Pontianak : STAIN Pontianak Press.
“Tamu Diberi Makan, Melayu Diberi Beras”: Tradisi Penyajian Makanan Pada Masyarakat Dayak (Bambang HSP)
53

Related Posts

“TAMU DIBERI MAKAN, MELAYU DIBERI BERAS”: TRADISI PENYAJIAN MAKANAN PADA MASYARAKAT DAYAK DI KALIMANTAN BARAT
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.